MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Pengadilan Negeri Suka Makmue telah melakukan aanmaning (peringatan) terhadap PT Kallista Alam untuk melakukan pembayaran denda dan pemulihan lahan senilai Rp 366 milyar. Hingga saat ini perusahaan sawit yang telah membakar 1.000 hektare lahan gambut tersebut belum melakukan pembayaran denda dan pemulihan lahan meskipun sudah berkekuatan hukum tetap.
Humas PN Suka Makmue, Edo Juniansyah kepada awak media, Kamis 21 Februari 2019 di Nagan Raya mengatakan, pihaknya telah melakukan aanmaining kepada perusahaan tersebut sebanyak dua kali setelah dilakukan delegasi dari PN Meulaboh. Namun sampai saat ini belum diindahkan.
“Setelah dilakukan delegasi dari PN Meulaboh sudah dilakukan aanmaining dua kali,” ujarnya.
Sementara itu PN Suka Makmue juga menerima gugatan dari masyarakat sekitar terkait eksekusi lahan yang dibakar oleh PT Kallista. Masyarakat menggugat Kementerian Lingkungan Hidup.
Kuasa Hukum masyarakat, Ibeng Syafruddin Rani SH mengatakan, dari 1000 hektare lahan yang dibakar oleh Kalista Alam, 600 hektare di antaranya adalah lahan milik masyarakat yang bersertifikat jauh sebelum adanya gugatan terhadap PT Kalista Alam. Dia menjelaskan, lahan tersebut dimiliki oleh 150 KK.
Ibeng menilai, dalam gugatan terhadap PT Kalista Alam di PN Meulaboh, KLH tidak pernah melibatkan Badan Pertahanan Nasional (BPN) untuk memastikan lahan yang dibakar. Sehingga lahan milik masyarakat yang dibakar dianggap milik PT Kallista.
“Menurut kita saat gugatan di PN Meulaboh oleh Menteri LHK dan Kallista ternyata sekarang baru nampak bahwasanya yang terbakar tidak pernah dilihat lokasi yang nyata,” ujarnya.
“Yang jelas kita melawan PT Kallista dan Menteri LHK itu jangan eksekusi, itu tanah kami bukan tanah Kallista,” ujarnya lagi.
Sementara itu tim Advokasi Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA), Nurul Ikhsan mempertanyakan gugatan masyarakat yang mengklaim bahwa di lahan yang terbakar terdapat tanah milik mereka.
Menurutnya, seharusnya masyarakat bisa melakukan bantahan dalam persidangan di PN Meulaboh dulu sebelum ada putusan hukum tetap.
“Kenapa mereka tunggu dulu prosesnya panjang bertahun-tahun, baru sekarang masuk. Pertanyaan kami apa benar penggugatnya masyarakat umum atau dalam tanda petik,” ujarnya.[]
Discussion about this post