MEDIAACEH.CO, – Pakar gempa dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman Natawidjaja, mengatakan gempa-gempa yang terjadi dari kurun waktu 2000 hingga sekarang di lautan barat Sumatera seperti saling bersahutan.
"Antara megathrust, sesar Mentawai, ternyata ngobrol dengan yang di Samudra Hindia. Sahut-sahutan saya lihat di sini," katanya saat acara diskusi gempa Samudra Hindia di ITB yang berlangsung pada Kamis, 10 Maret 2016.
Danny, yang mendapat gelar doktor dari California Institute of Technology pada 2003, menunjukkan catatan gempa yang saling bersahutan di lautan dan daratan Sumatera. Dimulai dari lindu di lautan pada 2000, kemudian menyusul gempa Bengkulu pada tahun yang sama dengan magnitude 7,8.
Selanjutnya terjadi gempa 2002 di Aceh 5,3 skala Richter, lalu 2004 terjadi tsunami Aceh, dan gempa magnitude 8,7 di Nias pada 2005. "Sampai 2010 masih terus dan sparing partner dengan (gempa) di lautan," ujarnya.
Dia mengatakan gempa di Lautan Hindia menimbulkan pemipihan dan pemanjangan lempeng yang mendorong ke arah zona subduksi atau megathrust Sumatera. Sebaliknya, saat sumber gempa di zona subduksi atau penunjaman lempeng Indo Australia dengan Eurasia di perairan barat Sumatera, gerak lempengnya mengarah ke Samudra Hindia.
Contohnya saat gempa disertai tsunami Aceh 2004 dan gempa Nias 2005. "Itulah sebabnya juga banyak orang berpendapat gempa 2012 dipicu gempa 2004," tuturnya. Gempa megathrust bisa memicu gempa di lautan, dan dari lautan bisa memicu lindu di darat.
Uniknya, sekaligus menakutkan, back thrust dari Mentawai seperti tidak terusik. Sudah dikepung gempa dari berbagai arah, kata Danny, "Belum bangun juga, nih, Mentawai."
Dari sekian rentetan gempa di daratan, zona subduksi, dan lebih jauh lagi dari Samudra Hindia, kondisi segmen Mentawai menimbulkan pertanyaan besar bagi peneliti gempa. "Seberapa dekatmegathrust Mentawai itu akan lepas? Seismiknya sudah matang, tinggal seberapa cepat lepasnya. Besok atau bertahun-tahun kemudian, kita hanya waspada," ucapnya.
Potensi gempa Mentawai dinilainya signifikan. "Kalau sampai magnitude 7,8, tsunaminya akan sangat cepat," ujar peneliti di Pusat Geoteknologi LIPI Bandung itu.
Sumber: Tempo.co
Discussion about this post