BANDA ACEH – Wali Nanggroe Aceh, Tengku Malik Mahmud Al Haytar meminta kepada generas muda untuk mempejari sejarah Aceh.
Hal itu dikatakannya dalam acara seminar Nasional menyongsong satu decade perdamaian Aceh di AAC Dayan Dawod, Unsyiah Banda Aceh, Selasa 20 Oktober 2015.
“Generasi muda dapat memahami sejarah dan peradaban Aceh, sehingga membentuk jati diri yang memiliki kapasitas dan integritas yang tinggi dalam pergaulan global,” kata Malik Mahmud.
Dalam seminar itu, Wali Nanggroe juga bercerita asal mula konflik Aceh yang bekepenjangan, dari DI TII, DOM, Darurat Militer, sampai lahirnya kesepahaman bersama antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Indonesia di Finlandia, yang sering disebut dengan MoU Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2006 silam.
Dikatakannya lagi, sekarang ini Aceh lebih memacu pembangunan, karena esensi perdamaian Aceh adalah kesejahteraan bagi rakyat Aceh, walaupun ada konflik yang terjadi di Singkil.
Menurutnya, apa yang terjadi di Aceh Singkil adalah bagian dan apa yang terjadi di Negara Indonesia secara umum.
Selain itu, ia juga meminta agar pemerintah pusat harus banyak memahami persoalan Aceh. “Selama ini kita menahan diri dan mempertahankan perdamaian Aceh,” ujarnya.
Malik Mahmud juga meminta kepada pemerintah Indonesia agar bersama-sama menyelesaikan persoalan Aceh. “sama bekerja keras agar apa yang belum diselesaikan dapat diselesaikan bersama-sama,” ujarnya lagi.
“Kalau Aceh aman, maka dapat memberikan kontribusi yang besar untuk Indonesia dalam bidang ekonomi dan sebagainya,” kata Malik Mahmud Al Haytar.
Discussion about this post