MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Forum Kordinasi dan Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh menyebutkan akar radikalisme juga ditemukan di Aceh karena memang pergerakannya terkadang sulit disadari oleh masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Arif Ramdan, Arif Ramdan kabid sosialisasi dan media, Forum Kordinasi dan Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh, saat menjadi pemateri diskusi “Membangun Toleransi; Pengalaman Timur dan Barat” yang berlangsung di Aula Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry, Jumat 23 November 2018.
Arif Ramdan menyebutkan, media sosial sangat rentan menjadi alat untuk penyebaran radikalisme tersebut, terlebih perkembangan teknologi komunikasi saat ini begitu massif.
“Makanya, kita harus lebih selektif dalam menerima bacaan-bacaan dan tontonan-tontonan terkait dengan keagamaan yang tersebar di dunia maya,” kata Arif.
Selain dari FKPT Aceh, acara diskusi bulanan yang dilaksanakan oleh Program Studi Sosiologi Agama UIN Ar-Raniry bekerjasama antara Prodi Sosiologi Agama dengan Aceh Development Watch (ADW) turut menghadirkan pemateri lainnya, yaitu: Reza Idria, kandidat doctor Antropologi Universitas Harvard, Amerika Serikat; dan Arfiansyah, dosen Prodi Sosiologi Agama yang saat ini juga sedang menyelesaikan program doctor di Universitas Leiden, Belanda.
Reza Indria sebagai pembicara kedua menegaskan, rendahnya budaya literasi dalam masyarakat menjadi sebab sempitnya pandangan dalam melihat realitas perbedaan yang ada.
“Yang terjadi saat ini sebenarnya bukan clash of civilization (benturan peradaban) antara timur dan barat, namun lebih kepada clash of ignorance (benturan kebodohan), sehingga pandangan kita menjadi sempit dalam melihat realitas keberagaman dalam masyarakat,” ujarnya.
Pembicara terakhir, Arfiansyah, ikut mengaminkan pembicara sebelumnya. Menurutnya, rendahnya budaya literasi menjadikan masyarakat lemah dan sangat mudah bagi kelompok-kelompok tertentu yang berkepentingan dalam menyebarkan rasa takut.
“Salah satu cara untuk menjadi muslim yang benar adalah beriman dengan pengetahuan. Artinya, Islam itu bukan hanya sekedar identitas agama bagi seseorang, namun ia harus dipelajari secara benar dan mendalam sehingga islam benar-benar menjadi rahmatan lil’alamin,” tegasnya di akhir diskusi.
Diskusi yang dipandu oleh Iromi Ilham ini bertujuan untuk memahami kehidupan keagamaan di Aceh dan potensi berkembangnya paham radikalisme sekaligus belajar tentang bagaimana kondisi keagamaan pada tataran global yang nantinya menjadi bahan refleksi, masukan dan pemikiran baru bagi masyarakat Aceh dalam mengelola kehidupan keagamaan di Aceh.[]
Discussion about this post