Peunutoh
PRIA brewokan itu gusam. Raut wajahnya tampak sedih. Namun sorot matanya tajam. Pria ini mengamati rimbunnya perpohonan. Beberapa kali dia menarik nafas panjang untuk menghirup udara segar.
Sekilas, pria ini tampak seperti bintang film India. Wajahnya cukup tampan. Biarpun dia sudah lama di hutan untuk bergerilya bersama ribuan lelaki Aceh lainnya.
“Bagaimana panglima?” ujar pria di sisi pria tadi.
Pria itu adalah komandan operasi GAM wilayah Batee Liek. Dia bernama Husaini. Namun orang-orang memanggilnya dengan sebutan Teungku Batee.
Sedangkan pria brewokan di depannya akrab disapa Mualim. Ya, panglima tertinggi GAM untuk Aceh.
Empat pria bersenjata mengawalnya dari jarak 10 meter. Mereka memegang AK-47.
Tak jauh dari mereka, sekitar 100 meter, ratusan prajurit nanggroe juga memberi pengamanan berlapis. Penjagaan super ketat. Prajurit tersebut menyamarkan diri dengan daun-dauan. Mereka siap tembak jika seandainya ada musuh yang muncul dari arah depan.
“Saya sembahyang dulu. Ketika semua mengadu pada saya, maka saya cuma bisa mengadu pada Allah Swt,” ujar pria yang disebut panglima tadi.
Pria itu kemudian mengambil air wudhu dalam jerigen besar. Dia menghemat air sebaik mungkin.
Dengan menggunakan tikar lusuh, pria tadi melaksanakan salat. Sedangkan Husaini hanya mengamatinya dari kejauhan.
Husaini sadar dengan kerisauan Mualim. Perang panjang yang dipimpinnya tentu memberi beban yang besar di pundak pria itu.
Husaini akrab dengan panglima hanya beberapa bulan terakhir. Ya, sejak sosok itu pindah ke pedalaman Matang, Bireuen. Sebelumnya, sang panglima bermarkas di pedalaman Nisam.
Sejak panglima tertinggi berada di daerahnya, maka segala pengawasan dan pengawalan merupakan tugas dan tanggungjawabnya. Hal ini pula yang membuatnya bersiaga disamping Mualim.
Dia menyaksikan bagaimana sang panglima meneteskan air mata secara diam-diam saat menerima laporan beberapa orang penting di jajaran GAM meninggal dunia.
“Aku akan ikut mereka suatu saat. Kita semua pasti akan meninggal dan menyusul mereka,” ujar Mualim kepadanya malam itu. Itu adalah kalimat terpanjang yang pernah didengarnya langsung dari bibir sang panglima. Sebulan terakhir, laporan dari berbagai daerah, pemboman markas GAM terjadi di sejumlah tempat. Prajurit GAM terdesak. Mayoritas prajurit bertahan di hutan dengan menahan lapar.
Di gampong-gampong, TNI menangkap sejumlah tentara dan sipil GAM. Mereka yang lolos akhirnya bergabung dengan Tentara GAM di hutan-hutan. Keberadaan sejumlah sipil GAM bersama tentara ini mengganggu ritme perang. Akhirnya berbagai keluhan masuk.
Mayoritas, panglima wilayah melaporkan bahwa mereka tidak bisa berperang dengan membawa serta sipil yang jumlahnya tiga kali dari jumlah pasukan. Kalau terjadi perang, maka sipil yang bersama tentara nanggroe ini dikhawatirkan jadi korban.
Belum lagi stok sembako milik tentara yang habis karena harus menanggung makan para sipil yang berlindung pada mereka.
Masyarakat juga tak berani lagi menyumbang kepada Tentara Nanggroe karena khawatir jika ketahuan TNI.
Para panglima wilayah ini menantikan peunutoh dari panglima tertinggi. Ya, peunutoh dari Mualim.
Belum lagi permintaan macam-macam dari para petinggi di luar negeri. Semua beban ini ditumpukan pada Mualim.
Husaini tersenyum saat melihat sang panglima selesai salat. Namun sosok itu belum meninggalkan tikar lusuh tadi. Mulutnya berkomat-kamit. Pria itu seperti sedang berdoa.
Diam-diam, Husaini kian kagum dengan Mualim. Husaini menjadi sadar mengapa Wali Hasan Tiro menunjuknya sebagai panglima tertinggi di Aceh untuk menggantikan Teungku Lah yang syahid.
Usai berdoa, pria tadi melipat tikar dan meletakannya dekat ransel. Dia meraih handphone dan menghubungi seseorang. Namun Husaini tak mengetahui siapa yang diteleponnya. Husaini tak berani bertanya.
“Assalamuaikum, Yan. Tolong beritahu semua jajaran…bahwa sipil..,” ujar pria brewokan tadi. Husaini tak lagi mengetahui apa yang dibicarakan sang panglima. Sosok itu berbicara sambil berjalan. Dia menjauh dari arahnya duduk.
Namun Husaini yakin bahwa sosok yang ditelepon adalah Sofyan Dawood, Panglima Wilayah Pase. Dirinya juga yakin bahwa yang disampaikan tersebut adalah peunutoh.
Husaini juga yakin bahwa peunutoh ini juga akan diterima oleh Teungku Darwis. Teungku Darwis berada di pergunungan Jeunib. Husaini yakin akan menerima perintah dari Panglima Wilayah Batee Liek tersebut.
Dalam sistem komando GAM, panglima tertinggi hanya akan menyampaikan instruksi kepada pimpinan Aceh, dan para panglima wilayah. Masing-masing kemudian menyebarkan informasi tersebut kepada pimpinan di bawahnya. Hanya hitungan menit, informasi ini sudah tersebar seluruh Aceh untuk dilaksanakan. [ Bersambung]
Cerita bersambung ini karya Musa AM
Baca juga:
[Cerbung] Sang Kombatan (97)
[Cerbung] Sang Kombatan (96)
[Cerbung] Sang Kombatan (95)
[Cerbung] Sang Kombatan (94)
[Cerbung] Sang Kombatan (93)
Discussion about this post