MEDIAACEH.CO, Strasbourg – PBB dan berbagai kelompok hak asasi manusia mengecam kesepakatan tentatif Uni Eropa dan Turki terkait krisis imigran di Eropa. Pasalnya, kesepakatan itu mengizinkan Uni Eropa untuk mengirim kembali semua imigran gelap ke Turki. Sebagai imbalannya, Turki menerima bantuan politik dan keuangan dari Uni Eropa.
"Saya sangat prihatin soal peraturan yang akan mengembalikan siapapun dari satu negara ke negara lain tanpa memperhatikan pengamanan perlindungan pengungsi di bawah hukum internasional," kata Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, Filippo Grandi di hadapan Parlemen Eropa di Strasbourg.
Kecaman itu dilontarkan Grandi hanya beberapa jam setelah 28 pemimpin Uni Eropa membuat rencana kesepakatan dengan Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu di Brussels untuk memberikan Ankara lebih banyak uang untuk menampung pengungsi di Turki.
Tak hanya itu, Uni Eropa juga berjanji akan mempercepat proses pemberian bebas visa bagi wisatawan dari Turki serta mempercepat pembicaraan soal keinginan Ankara menjadi anggota Uni Eropa yang telah lama terhenti.
Berdasarkan kesepakatan tentatif itu, Uni Eropa akan menampung satu pengungsi Suriah dari Turki setiap kali Turki menampung pengungsi yang tak tertangani di sejumlah pulau Aegean di Yunani.
Sementara, para imigran yang berupaya memasuki Eropa melalui jalur laut akan dikembalikan ke Turki dan diminta untuk menunggu giliran mereka ditampung oleh Uni Eropa.
Kesepakatan ini bertujuan untuk membujuk pengungsi Suriah dan imigran yang berasal dari sejumlah negara berkonflik lainnya bahwa mereka memiliki prospek yang lebih baik jika mereka mengungsi di Turki, dengan peningkatan dana dari Uni Eropa untuk perumahan, sekolah dan kebutuhan lainnya.
Skema ini menuai kritik dan kecaman dari berbagai pihak. Para pejabat Uni Eropa mempertanyakan bagaimana skema ini dapat diterapkan sementara sejumlah negara UE masih tak sepakat soal kuota imigran yang harus mereka tampung.
Selain itu, skema ini dikahwatirkan tidak akan berjalan dengan baik jika jumlah imigran yang melintasi Aegean tetap tinggi meskipun patroli laut oleh NATO dan Yunani telah ditingkatkan.
Kelompok pemerhati hak asasi manusia, Amnesty International menilai kesepakatan ini merupakan "pukulan kematian bagi hak asasi pencari suaka." Lembaga amal, Dokter Lintas Batas menilai bahwa kesepakatan itu tidak manusiawi.
Meski demikian, Perdana Menteri Davutoglu berdalih bahwa kesepakatan awal ini tidak akan melarang pengungsi Suriah untuk mencari perlindungan di Eropa .
"Tujuannya di sini adalah untuk mencegah imigrasi yang tidak teratur dan untuk menampung sementara pengungsi Suriah di kamp kami yang nanti akan diterima oleh Uni Eropa dengan jalur yang legal, meskipun kami tidak akan memaksa siapa pun untuk melawan kehendak mereka," katanya pada pertemuan di kota pesisir Izmir, Turki.[]
Sumber: CNN Indonesia
Discussion about this post