KURANG harmonisnya hubungan antara DPR Aceh dan Pemerintah Aceh salah satu penyebab utama lambatnya terhadap pengesahan berbagai rancangan qanun. Salah satunya adalah pengesahan RAPBA-P yang pembahasannya molor.
Selain itu, RAPBA murni untuk tahun anggaran 2016 juga belum selesai dibahas. Padahal, tahun anggaran 2015 hanya tersisa sekitar 38 hari lagi.
Belum lagi dengan 15 Raqan prioritas yang dibahas oleh DPR Aceh sampai saat ini belum satupun yang disahkan. Lantas apa kinerja dewan selama hampir setahun ini?
Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPR Aceh, Iskandar Usman Al-Farlaky menjelaskan, terkendalanya pengesahan sejumlah qanun dikarenakan kurangnya komunikasi antara dewan dan eksekutif saja. seharusnya gubernur lebih banyak melibatkan Parlemen Aceh dalam berbagai kebijakan, terutama dalam kebijakan yang menyangkut dengan kemaslahatan Aceh.
“Contohnya seperti menyangkut dengan persoalan Migas Aceh kemudian persoalan dengan berbagai turunan PP dan Perpres yang selama ini terkesan hanya single fighter,” kata Iskandar.
Iskandar Usman Al-Farlaky merupakan politisi muda dari Partai Aceh asal Daerah Pemilihan (Dapil) enam yang meliputi Kabupaten Aceh Timur. Mantan aktivis mahasiswa tersebut juga berada di Komisi I DPR Aceh. Berikut wawancara lengkap Iskandar Usman Al-Farlaky:
DPR Aceh saat ini sedang disorot soal minimnya qanun yang disahkan, apa tanggapan anda?
Menyangkut dengan qanun tersebut, dapat saya ceritakan dari awal, qanun itu ditetapkan pertama menjadi qanun prioritas tahun berjalan kemudian ada qanun prolega lima tahunan.
Dalam penetapan qanun prioritas itu, melibatkan Pemerintah Aceh, Biro Hukum kemudian Badan Legislasi DPR Aceh. Setelah qanun prioritas itu ditetapkan, kemudian dibawa ke Pimpinan DPR yang selanjutnya dibawa kedalam rapat banmus.
Dalam rapat Badan Musyawayar DPR Aceh, qanun-qanun itu didistribusikan kepada sejumlah komisi dan kemudian dibentuk sebuah pansus sesuai dengan kewenangan dimiliki yang berkenaan dengan pembahasan qanun, baik itu Komisi I, Komisi III, Komisi IV, Komisi V dan ada juga ada beberapa yang dibentuk pansus.
Qanun-qanun ini ada yang qanun usulan inisiatif DPR kemudian ada yang qanun usul daripada pihak eksekutif. Nah, dalam perjalanannya pada pembahasan qanun tahun 2015, Badan Legislasi mendapat porsi untuk membahas dua rancangan qanun.
Pertama, Rancangan Qanun tentang Badan Reintegrasi Aceh, kedua Rancangan Qanun tentang PT BPR Mustaqaim yang meiliki perubahan statusnya.
Kedua rancangan qanun ini sudah selesai dibahas oleh Badan Legislasi, begitu juga dengan rancangan qanun di Komisi III yang sudah diserahkan kepada Pimpinan DPR.
Ada memang beberapa rancangan qanun lagi yang masih berada di komisi-komisi dan di pansus-pansus belum selesai dibahas. Pembahasan qanun ini setelah RDPU dan konsulasi dengan pihak Kemendagri bahkan ke Pimpinan DPR untuk kemudian bisa dibawa ke Banmus kembali agar bisa diagendakan untuk diparipurnakan.
Anda yakin qanun Aceh bisa selesai tepat waktu?
Saya tidak bisa menjamin kalau 13 qanun itu bisa kita rampungkan tahun ini dengan berbagai faktor teknisnya. Namun, kami di Badan Legislasi sudah sangat sering sekali menyampaikan surat melalui Pimpinan DPR kepada komisi dan pansus yang melakukan pembahasan untuk segera merampungkan pembahasan qanun, agar segera dapat dibawa kesidang paripurna.
Sementara tugas dan tanggung jawab kami seperti yang saya sebutkan diatas tadi sudah selesai dan menunggu untuk diparipurnakan.
Pengesahan APBA 2015 molor, APBA P juga demikian, bagaimana dengan RAPBA 2016?
RPABA-P itu molor tidak bisa disalahkan satu pihak, yaitu DPR. Karena memang pengajuannya dari tim TAPA yang molor sihingga membuat pembahasan di DPR juga molor.
Nah, RAPBA-P sendiri kabarnya saya mendapat kabar dari Kepala Dinas Keuangan Aceh sudah diteken oleh Kementrian Dalam Negeri dan sudah ada di Aceh.
Kemduian sembari menunggu jadwal itu, beberapa waktu yang lalu kami sudah memulai pembahasan KUA-PPAS RAPBA Tahun Anggaran 2016.
Jadi kita berharap dengan upaya dan langkah all-out yang kami lakukan nanti RAPBA 2016 bisa selesai tepat waktu.
Bagaimana tanggapan anda soal banyakknya qanun Aceh yang masih digantung pusat?
Sudah sering sekali kita sampaikan bahwa ini tidak ada pengkhianatan, kemudian tidak ada dusta diantara Pemerintah Pusat dengan Aceh. Kita berharap dengan apa yang sudah dijanjikan oleh Pemerintah Pusat baik itu sebelum dan sesudah MoU Helsinki dapat segera diselesaikan. Baik kebijakan bersifat infrastruktur pembangunan maupun menyangkut dengan regulasi terhadap Aceh.
Banyak kewenangan Aceh yang belum disahkan pusat sesuai UUPA, tanggapan Anda?
Kita tetap konsen melakukan pengawasan-pengawasan terhadap berbagai aturan dan turunan dari UUPA, Baik itu PP maupun Perpres yang tidak sesusai dengan keingnan Rakyat Aceh. Termasuk diantaranya menyangkut dengan Perpres Badan Pertanahan kemudian PP tentang Kewenangan Nasional di Aceh.
Ini sudah kita tela’ah bersama-sama dengan tim eksekutif bahwa ada poin-poin dan pasal-pasal yang tidak sesuai dengan hasil rumusan pertemuan dan juga tidak sesuai dengan notulensi rapat Tim Pemerintah Aceh dan tim Pemerinah Pusat. Sehingga kita telah membuat rekomendasi untuk meminta pusat merevisi, semacam dalam tanda kutip kita menolak rancangan peraturan yang disampaikan ini agar bisa disesuaikan dengan keinginan dan harapan Masyarakat Aceh.
Bagaimana koordinasi antara eksekutif dan DPR Aceh selama ini?
Seperti yang teman-teman media lihat, sebenarnya kita terkendala dengan upaya membangun komunikasi saja. Jadi selama ini ada ada komunikasi yang tersumbat antara Pemerintah Aceh dengan DPR Aceh.
Seharusnya gubernur lebih banyak melibatkan parlemen aceh dalam berbagai kebijakan terutama dalam kebijakan yang menyangkut dengan kemaslahatan Aceh, contohnya seperti menyangkut dengan persoalan Migas Aceh, kemudian persoalan dengan berbagai turunan PP dan Perpres yang selama ini terkesan hanya single fighter.
Kita berharap kedepan Pemerintah Aceh bisa melibatkan Parlemen Aceh dalam berbagai proses yang dilakukan di jakarta. Termasuk untuk melakukan lobi-lobi investasi sehingga dapat mengembangkan investasi pembangunan, investasi ekonomi dan investasi pendidikan di Aceh.
Banyak masyarakat mengharapkan polemik bendera Aceh bisa selesai di awal 2016, tanggapan Anda?
Pertama, kita sudah menyurati Presiden untuk bisa diberitakan waktu bertemu agar kita akan menjelaskan duduk perkara sebenarnya, bahwa bagaimana proses qanun itu lahir dan sudah disepakati oleh seluruh fraksi yang ada di DPR Aceh. Kemudian ini adalah bukan keinginan kita saja dari fraksi Partai Aceh. tapi ini adalah keinginan seluruh Rakyat Aceh.
Kemudian kedua, kita sudah membentuk pansus menyangkut dengan bendera dan lambang Aceh dan pansus ini sudah mulai bekerja secara all-out.
Selanjutnya kami juga akan memanggil Gubernur Aceh selaku eksekutor qanun. Kemudian kami juga akan melakukan pertemuan dengan pihak Kementrian Dalam Negeri dan bahkan juga akan menjumpai presiden.
Kalau soal bendera tetp tidak diakui, apa ada kemungkinan bendera Aceh dirubah?
Sampai sekarang kita belum berfikir untuk merubah bendera itu, artinya masih tetap seperti yang kita sahkan.
Apa harapan anda untuk masyarakat Aceh hari ini?
Pertama kita harus bersatu padu, harus seirama dan selangkah untuk untuk mengisi pembangunan ini. Kalau kita tidak bersatu padu dan bercerai berai, sangat mustahil sekali bahwa Aceh gemilang yang kita harapkan ini dapat tercapai.
Bagaimana kita melihat keruntuhan negara-negara besar akibat saling membenci kemudian saling mencomoohkan, tapi bagaimana kita harus membangun sikap untuk dapat saling medukung dan saling medorong antara satu dan lainnya untuk demi kepentingan Aceh.
Apabila itu adalah satu kebenaran duntuk kepentingan Aceh, maka kita harus sokong bersama-sama. Jangan ada sikap saling menjatuhkan terhadap orang-orang yang sedang berbuat kebajikan. Tapi mendorong orang-orang yang membuat kebajikan tersebut adalah sebuah kebaikan.
Discussion about this post