KEBERADAAN Mualim membuat pasukan lapis tiga terkejut. Husaini memberi isyarat bahwa semua pasukan itu untuk ikut bersama mereka.
Di lapis tiga, jumlah pasukan berjumlah 121 orang. Sebanyak 12 diantaranya merupakan penembak jitu. Mereka memberi hormat kepada dirinya dan Mualim.
“Terima perintah panglima,” ujar ulee pasukan.
“Kalian turun terus ke lokasi perperangan. Bilang Mualim akan bertempur bersama mereka. Jangan beri ruang bagi Raider untuk masuk,” ujar Husaini.
“Siap,” ujar pasukan tersebut. Dia kemudian memerintahkan pasukan untuk menuju ke medan perang. Beberapa di antaranya menggunakan mobil bak terbuka dan sepeda motor. Ada juga yang berlarian. Rata-rata menggunakan AK-47 dan M-16 mini.
Husaini sempat menawarkan Mualim untuk naik ke mobil bak terbuka. Namun sosok itu menolak. Para penembak jitu juga ikut mengawal rombongan ini.
Di pos kedua, rombongan ini berhenti. Di sana dia melihat hanya delapan penembak jitu yang siaga di balik pohon. Husaini memanggil salah seorang di antaranya untuk turun dan merapat ke arah mereka.
“Pasukan lain sudah bergabung dengan lapisan satu. Kami diminta bertahan di sini jika seandainya keadaan terdesak,” ujarnya sambil tersenyum dibalik pakaian yang penuh dengan daun-daunan sebagai penyamaran. Sekitar bajunya sangat mirip dengan TNI. Hanya logo bendera bintang bulan yang menandakan sebagai pembeda.
“Bagus. Kalian siaga di sini. Kami meneruskan perjalanan,” ujar Mualim. Husaini mengangguk dan pasukan tadi kembali ke pos nya.
Rombongan ini kembali melanjutkan perjalanan. Suara rententan senjata masih terdengar dengan jarak hampir sekilo. Namun tak lagi sekuat sebelumnya. Raider terdesak. Sedangkan pasukan nanggroe semakin menekan agar Raider mundur.
Semangat perang tentara nanggroe bangkit. Ini karena petugas radio memberi tahu bahwa ada Mualim bersama mereka sehingga pasukan harus mampu bertahan.
Saat rombongan hampir mendekati medan perang atau sekitar 500 meter. Mualim meminta pasukan untuk menyebar. Mualim meminta pasukan untuk membentuk formasi kepung huruf C. Ini bertujuan agar Raider mundur dan sesama tentara nanggroe tak saling serang.
Husaini mengikuti arah Mualim. Jumlah pasukan nanggroe dengan Raider saat ini jauh lebih banyak. Hampir tiga kali dari jumlah Raider. Hal ini pula yang membuat pimpinan pasukan republik memberi aba-aba agar pasukannya mundur.
Melihat bahwa kemenangan berada di pihak tentara nanggroe, Husaini meminta pasukannya untuk mengejar dan memasang mata-mata di sepanjang jalan guna memastikan bahwa tentara republic benar-benar mundur.
Wajah-wajah girang terlihat dari muka tentara nanggroe. Mereka bisa berbangga di hadapan panglima bahwa berhasil memukul mundur Raider.
“Biarkan mereka mundur. Kita harus segera pindah tempat. Tarik pasukan secara bertahap. Dalam hitungan menit, lokasi ini harus kosong,” ujar Mualim sambil bergegas ke arah timur. Mereka mengikuti langkah panglima. Mualim berjalan dengan cepat. Husaini mencoba mengimbangi langkah panglima dan bertanya sesuatu.
“Mengapa kita harus mundur panglima? Bukankah kita sudah menang?” tanyanya.
“Tidak. Sebentar lagi pesawat Branco akan datang dan membombardir daerah tadi. Makanya kita harus pergi dan menarik semua pasukan agar tak jatuh korban,” ujar sang panglima tertinggi.
“Apakah semua pasukan sudah ditarik,” kata Mualim lagi.
“Sudah panglima. Masing-masing lapisan berjarak sekitar 500 meter, termasuk para penembak jitu,” ujar Husaini.
“Dummmr, dum,,dum,” suara itu tiba-tiba terdengar. Suaranya memekik telinga.
Dugaan Mualim memang benar adanya. Dua unit pesawat Branco membombadir lokasi pertempuran tadi. Jika mereka tak menarik diri maka tentu akan jadi korban.
“Ini belajar dari pengalaman di Pase. Kita harus terus berjalan hingga keadaan aman. Peluru kita tak menpan untuk pesawat itu,” ujar Mualim lagi. Husaini mengangguk.
Mualim terus berjalan dan pasukan mengekornya dari arah belakang. Mereka baru istirahat ketika matahari hampir terbenam.
“Malam ini kita istirahat di sini. Kita salat di sini,” ujar Mualim.
Husaini meminta pasukan untuk mencari air dan beberapa juru masak untuk mulai menanak nasi dengan lauk pauk sederhana. Tak jauh dari lokasi mereka, ternyata ada sungai kecil.
Air itulah yang kemudian digunakan untuk berwudhu. Mereka kemudian salat berjamaah. Hanya pasukan yang bertugas berjaga yang tak ikut. Mereka akan salat bergiliran.
“Kau tahu Husaini? Posisi panglima sepertimu itu sebagai penggerak pasukan. Pasukan akan semangat ketika kau bersama mereka. Perang tadi akan mengakibatkan kekalahan yang besar bagi tentara nanggroe jika kita mundur. Sebaliknya, pasukan akan semangat ketika melihat kita bersama mereka,” ujar Mualim usai salat.
“Kita saat ini kalah di udara. Kita tak memiliki pasukan udara. Makanya harus bergerak cepat,” kata Mualim.
Husaini kagum dengan pemikiran Mualim. Dia merasa sedang berguru dengan sosok itu soal perang. [Bersambung]
Cerita bersambung ini karya Musa AM
Baca Juga :
Discussion about this post