MOBIL Innova yang kami tumpangi melaju dengan kecepatan sedang dari Kota Banda Aceh usai Magrib, Jumat malam, pekan lalu. Rencananya, mobil ini merupakan bagian dari rombongan Mualem yang akan berkunjung ke wilayah tengah dan barat selatan Aceh selama sepekan.
Dalam mobil tersebut berisi dua anggota KPA dan tiga wartawan. Dari tiga wartawan, satu fotografer, satu kameramen serta saya sendiri selaku wartawan tulis.
“Kita bergerak cepat agar tak buru-buru nantinya,” kata Wien Rimba Raya. Sosok ini merupakan petinggi DPA Partai Aceh. Ia juga mantan panglima GAM wilayah Linge.
Mualem sendiri, kata Wien, akan berangkat Sabtu pagi. Wilayah yang akan dikunjungi pertama adalah Aceh Tengah.
“Ini perjalanan panjang. Kalian siapkan stamina baik-baik. Kalau kami sudah biasa,” ujar anggota KPA lainnya sambil tertawa di balik kemudi. Pria ini akrab disapa Agen. Dia mantan Panglima KPA wilayah Lhok Tapaktuan.
“Biar kami yang mengemudi mobil. Kalian duduk santai saja. Kalian bosnya selama perjalanan ini,” ujar Agen lagi.
Kami yang duduk di bangku belakang tertawa mendengarkan pengakuan Agen. Pasalnya, baru kali ini satu mobil dengan para mantan panglima wilayah KPA. Namun mereka justru bertindak sebagai sopir.
KPA merupakan organisasi kumpulan mantan tentara GAM yang cukup disegani selama konflik di Aceh.
Namun malam itu, mereka tak terlihat sangar. Jauh dari kesan garang yang selama ini terdengar. Keduannya bahkan terlihat sangat bersahabat.
Malam itu, lalu lintas tak begitu sibuk. Di kiri kanan, terlihat lampu rumah warga yang mulai meredup. Mobil kemudian melaju dengan kencang. Kami tiba di kota Bireuen sekitar pukul 23.30 WIB.
Wien Rimba Raya mengajak kami untuk menikmati segelas kopi di salah satu warung dalam kota Bireuen.
“Kopi di sini, katanya mantap. Ada juga mie kepiting. Kita istirahat dulu sebelum ke Tengah (Aceh Tengah-red). Itu wilayah saya. Nanti saya yang mengemudi,” ujar Wien Rimba Raya lagi.
Saat mobil yang kami tumpangi merapat di salah satu warung, seorang pria mendekat. Pria bertubuh kurus dan memakai baju kaos menempuk Wien Rimba Raya dari arah belakang.
“Bang Wien. Apa acara apa di Bireuen? Tumben tak memberitahu kami?” tanyanya. Pria ini terlihat jauh lebih tua dari Wien Rimba Raya. Namun ia tetap memanggil ‘Bang’ untuk mantan panglima wilayah Linge ini.
Wien Rimba Raya hanya tersenyum. Pria ini kemudian mengajak kami duduk di kursi depan warung. Kami duduk berenam.
Dua pria lainnya kemudian bergabung dengan kami satu meja. Keduanya juga anggota KPA Bireuen.
Saat kopi dan mie kepiting dihindangkan, kami terdiam dan sibuk dengan aktivitas masing-masing. Tiga anggota KPA Bireuen sepertinya tak ingin mengganggu kami menyantap hindangan tersebut.
“Apakabar Mualem?” ujar anggota KPA Bireuen yang bertubuh sedikit gemuk di sisi kiri.
“Get. Mualem akan berkunjung ke wilayah tengah besok pagi (Sabtu-red). Makanya, kami pergi lebih dulu untuk menyiapkan segala keperluan,” ujar Wien Rimba Raya.
“Lon that kangen keu Mualem, tapi hana merumpok lom,” ujarnya lagi.
“Neusaba. Mualem nyan dinoe Wagub Aceh. Jadi harus sama-sama ta mengerti,” ujar Wien lagi. Sedangkan para anggota KPA Bireuen terdiam.
“Ya. Karena ta mengertilah, maka kamoe hana peugah sapu. Kamoe hanya berharap Mualem sehat sabe. Neupeugah siat kamoe sabe sajan ngopnya apapun yang terjadi,” ujarnya lagi.
Pembicaraan kemudian terhenti pukul 00.30 WIB dini hari Sabtu. Wien Rimba Raya minta pamit.
Mobil yang kami tumpangi melaju dengan kecepatan sedang ke arah Juli menuju Cot Panglima, Bireuen.
Wien Rimba Raya kemudian meminta Agen berhenti. “Nyoe ka memasuki daerah lon. Biar saya yang mengemudi mobil,” katanya. Agen tersenyum. Dia kemudian duduk di sisi kiri sopir menggantikan Wien Rimba Raya.
“Saat konflik dulu, kami berjalan berhari-hari di daerah ini. Sebagai petanda kami sudah memasuki daerah Bireuen, yaitu ketika kami sudah mulai melihat pohon kelapa,” kata Wien Rimba Raya daerah sekitar Cot Panglima.
Kami yang mendengar pengakuan Wien tertawa. Namun mimik wajah Wien terlihat serius.
“Dulu pohon kelapa itu susah tumbuh di daratan tinggi, Gayo. Kini tidak lagi. Mungkin karena ada perubahan cuaca,” ujarnya lagi. [Bersambung]
Tulisan ini merupakan bagian dari catatan perjalanan wartawan mediaaceh.co yang mengikuti rombongan Wagub Aceh selama sepekan di lintas tengah dan barat selatan Aceh.
Discussion about this post