USAI mendapat perintah dari Bang Yan, aku langsung menyampaikan hal ini kepada Dani, Adi dan Geuchik Daud. Mereka ternyata sepakat menjalankan perintah tersebut.
Informasi dari Bang Yan ini juga kami teruskan ke para sipil GAM yang ada di kampung kampung.
Beberapa Geuchik GAM di D1 Pase ternyata sangat antusias mendengarkan perintah tersebut.
Mereka bahkan mengantar langsung seluruh KTP milik warganya ke lokasi markas dadakan milik kami.
Ini karena KTP tersebut belum sempat dibagikan ke seluruh masyarakat.
Jumlah KTP merah putih yang diantar oleh Geuchik GAM mencapai puluhan ribuan. Kami fokus pada desa yang menjadi tempat berdiam atau tinggalnya para penghubung dan sipil GAM.
Aku meminta Adi menggali lubang dan menguburkan semua KTP tadi.
"Dengan tak ada KTP merah putih, maka akan mudah bagi para Geuchik untuk membuat surat kehilangan, termasuk untuk para sipil dan tentara GAM di gampong," ujarku pada para Geuchik ini.
"Nanti kalau ditanya TNI, bilang saja KTP nya diambil tentara GAM. Dengan begitu, kalian para sipil GAM di desa desa bisa selamat," kataku lagi.
Para Geuchik ini mengangguk dan kemudian berlalu.
Usai para geuchik ini pulang, aku kemudian menelpon para pimpinan pasukan di D1 Pase, termasuk Apa Syam.
Apa Syam sudah sembuh dari penyakit malaria dan kini bertahan di kawasan Nisam bersama Hadi dan beberapa pasukan lainnya. Aku menceritakan instruksi yang kami peroleh dan berharap mereka melakukan hal yang sama di lokasi masing masing.
Mereka ternyata juga sepakat dengan perintah tersebut.
Namun tak semua geuchik mau melakukan hal yang sama. Beberapa di antaranya malah ada yang memihak republik.
Ada juga mantan geuchik dan sipil GAM yang ternyata sudah menyerah kepada penguasa darurat militer. Mereka tentu tak lagi mau mendengar instruksi ini.
Untuk kasus seperti ini, kami meminta sipil dan tentara GAM di gampong gampong tersebut untuk naik gunung guna bergabung dengan kami.
Tujuannya agar mereka tak ditangkap saat membuat KTP merah putih nanti.
Namun hampir mayoritas Geuchik di pedalaman Pase ternyata menjalankan perintah ini. Isu bahkan GAM merampas seluruh KTP merah putih kemudian berkembang dari mulut ke mulut.
Besoknya, beberapa media nasional menulis berita soal ini.
Wartawan menulis memuat komentar jajaran militer dan para geuchik di kampung – kampung, yang sebenarnya mereka juga para sipil GAM yang sengaja mengantar KTP merah putih ke kami.
Adi yang membaca berita ini terlihat kecewa. Sedangkan aku hanya tertawa melihat statemen para Geuchik GAM di koran koran.
"Mereka (Geuchik GAM-red) yang mengeluh. Mereka yang mengantarkan KTP dan kita yang disalahkan," kata Adi.
"Tak masalah Di. Ini memang skenario kita. Tak masalah kita dianggap sedikit radikal. Namun yang terpenting ribuan sipil dan penghubung GAM di kampung kampung bisa selamat," ujarku tersenyum. (Bersambung)
Cerita bersambung ini karya Musa AM
Baca juga: [Cerbung] Sang Kombatan (87)
Discussion about this post