INFORMASI soal adanya penyadapan telepon membuatku sedikit was-was berada di Krueng Mane. Tentara Republik ternyata memanfaatkan semua kekuatan untuk menumpas Tentara Nanggroe di Aceh.
Sehari kemudian, aku memperoleh informasi bahwa ada pengepungan kelompok GAM oleh TNI di Mon Geulayu. Daerah ini terletak sebelah utara Peusangan dan Kuta Blang.
TNI bermaksud menumpas kelompok Abu Rais yang saat itu berada di Mon Geulayu. Namun Abu Rais dan sejumlah pasukannya berhasil meloloskan diri. Kecuali Bang Amat Manok. Dia syahid dalam pertempuran itu.
Aku yang mengetahui hal ini, benar-benar terpukul. Ini karena Bang Amat Manok sangat dekat denganku selama berada di Bireuen.
Aku juga teringat dengan kata-kata terakhir Bang Amat Manok sebelum kami berpisah.
“Malam ini, kita tidur di sini. Besok pagi, Ayah Sen akan menjemputmu. Aku sendiri akan pergi,” ujar Bang Amat usai salat. Saat itu aku dan Bang Amat berada di rangkang kecil di pesisir Kuta Blang. Menunggu Ayah Sen menjemputku.
Perkataannya Bang Amat ini membuatku ragu. “Pergi kemana?” tanyaku. Namun Bang Amat Manok hanya terdiam. Matanya menatap langit seolah sedang menerawang.
“Ada informasi, akan ada pengepungan besar-besaran dalam waktu dekat ini. Ini melebihi pengepungan kembali,” kata Bang Amat mengalihkan pembicaraan. Ia kemudian menarik nafas panjang.
“Kalau kita tak bertemu lagi. Aku berharap kamu tetap setia dengan perjuangan ini. Jangan menyerah biarpun keadaan terdesak. Jangan menyerah walaupun harus kau tukar dengan nyawamu,” ujar Bang Amat lagi saat itu.
Siapa sangka, hampir dua pekan setelah sosok itu mengantarku, ternyata Bang Amat Manok benar-benar pergi untuk selama-lamanya. Aku berdoa semoga Bang Amat Manok mendapat tempat yang layak di sisi Allah SWT.
Aku kemudian mencoba menghubungi beberapa petingi GAM Pase dengan menggunakan handphone dan nomor baru. Tujuannya, untuk menanyakan kejelasan kapan bisa bergabung dengan pasukan.
Namun nomor tersebut tak juga mendapat respon. Aku menduga kalau mereka tak menjawab sambungan karena nomor tersebut belum terdaftar di handphone mereka.
Akhirnya aku memutuskan untuk mencoba bertahan di Krueng Mane. Aku akan bertahan hingga keadaan sedikit tenang.
Aktivitas di Krueng Mane kulalui seperti biasa. Hari-harinya, aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah Hamdani, Warkop Krueng Mane serta malam harinya selalu ditemani oleh Papi dan Hamdani.
Sebagai Sekretaris Gampong Cot Seurani, Hamdani juga menawarkanku untuk membuat KTP Merah Putih. KTP Merah Putih merupakan KTP khusus yang diperuntukan bagi warga Aceh semasa darurat militer.
Awalnya, aku menolak dengan alasan bahwa aku seorang Tentara Nanggroe dan tak mungkin menggunakan KTP Merah Putih. Namun Hamdani menyakinkanku bahwa memiliki KTP Merah Putih tak ada salahnya.
“Kamu nanti bisa menggunakan KTP tersebut saat tiba-tiba dihadang oleh TNI. Biar aku yang urus. Kamu terima beres saja,” ujar Hamdani.
Sehari kemudian, Hamdani membawaku selembar KTP Merah Putih atas nama Hasbullah. Sedangkan foto dalamnya sangat mirip denganku.
“Ini hadiah dariku. Kau simpan saja. Kalau nanti benar-benar tak membutuhkannya, kau bisa membuangnya, tapi jangan di depanku,” ujar Hamdani.
Di Krueng Mane, aku juga mulai bertemu dengan beberapa Tentara Nanggroe. Mereka seperti Geuchik Rasyidin, staf Gubernur Pase untuk D1. Geuchik Rasyidin terkejut saat melihatku di rumah Hamdani.
“Pakwa, sedang apa kau di Krueng Mane?” katanya.
Aku kemudian menjelaskan apa yang terjadi pada Geuchik Rasyidin. Dari proses aku mengantar Billy hingga akhirnya bergabung dengan pasukan Abu Rais dan kembali ke Krueng Mane.
“Aku belum bisa bergabung dengan pasukan. Ini karena keadaan sedang gawat. TNI kian gencar menyerbu markas Apa Syam dan aku diminta bertahan di Krueng Mane hingga tenang,” ujarku.
Geuchik Rasyidin mengangguk usai mendengarkan penjelasanku.
“Ya. Pasukan D1 memang sedang dikepung. TNI di mana-mana? Aku dengar kau juga menjadi sosok paling dicari di Pase,” kata Geuchik Rasyidin.
Aku terdiam mendengarkan penjelasan sosok itu. Geuchik Rasyidin kemudian juga mempertemukanku dengan Umar Arab.
Umar Arab merupakan Ulee Sagoe Bujang Salim. Dia merupakan orang yang mengatur sipil di Krueng Mane. Dinamakan Umar Arab, karena memang postur tubuhnya yang tinggi serta keturunan Arab.
Ada juga Sabri, anggota GAM di Krueng Mane. Mengetahui keberadaan mereka di Krueng Mane, membuatku menjadi nyaman. Ini karena aku ternyata tak sendirian di daerah itu.
Bersama Geuchik Rasyidin, aku kemudian mencari cara agar pengepungan terhadap pasukan D1 Pase oleh TNI dapat segera berakhir. [Bersambung]
Cerita bersambung ini karya Musa AM
Baca Juga :
Discussion about this post