MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Partai Aceh merasa ada yang aneh dengan pernyataan panglima TNI di depan komisi 1 DPR RI yang mengatakan bahwa Partai lokal di Aceh berpotensi menimbulkan konflik, karena merupakan wadah tempat berkumpulnya mantan kombatan GAM.
“Jelas sekali pernyataan tendensius ini mengarah kepada Partai Aceh yg merupakan pemenang Pemilu 2024 di level Provinsi Aceh,” kata Jubir Partai Aceh, Nurzahri melalui rilis yang diterima mediaaceh.co, Jumat 22 Maret 2024.
Nurzahri mengatakan, pernyataan tersebut telah menunjukkan betapa tidak fahamnya Panglima TNI dan betapa dangkalnya pemahaman seorang jenderal bintang empat terkait dengan permasalahan hukum dan politik yang ada di Aceh.
“Kami sangat menyayangkan pernyataan ini dikeluarkan persis setelah penetapan pemilu oleh KPU dimana kondisi keamanan di Aceh sangat kondusif bahkan bila dibandingkan dengan kondisi Jakarta yang sampai saat ini masih di gempur oleh gelombang protes terkait dengan pengumuman hasil pemilu,” kata Nurzahri.
Ia berharap berharap sosok Agus Subianto selaku panglima TNI saat ini untuk meralat pernyataan tersebut dan belajar serta menelaah kembali perkembangan politik di Aceh.
“Perlu panglima TNI ketahui bahwa Partai Aceh adalah satu-satunya wadah GAM dalam menyalurkan aspirasi Politik setelah menguburkan impian merdeka dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” kata Nurzahri.
Ia menambahkan, GAM telah ikhlas menerima perdamaian Helsinki untuk mewujudkan kesejahteraan Aceh di bawah NKRI.
“Komitmen ini sudah kami tunjukkan semenjak pilkada 2006 dimana proses pilkada berjalan lancar, walaupun ada kandidat pesaing lain dari Partai Nasional.”
Nurzahri menambahkan, proses Pilkada dan pemilu di Aceh telah menunjukkan bagaimana cerdasnya GAM dalam berpolitik, sehingga bisa mendominasi perpolitikan lokal di Aceh yang berjalan secara aman dan kondusif bila dibandingkan dengan pilkada atau pemilu di daerah lainnya di provinsi yang ada di indonesia.
“Jika pun ada keributan pada tahun 2011-2012, hal ini lebih disebabkan karena polemik aturan antara Aceh dan Pusat, bukan konflik antar kandidat, dan bahkan ketika Partai Aceh kalah pada pilkada 2019, kami tetap menerima hasil tersebut setelah menempuh cara-cara yang dibenarkan oleh konstitusi,” kata Nurzahri.
Ia menambahkan, seharusnya kondisi itu telah bisa membuktikan bahwa periode 15 tahun Partai Aceh berpartisipasi dalam kepemiluan di Indonesia telah menunjukkan bagaimana ketaatan terhadap konstitusi.
“Seharusnya Panglima TNI juga adil dalam melihat seluruh partai yang ada di Indonesia, baik lokal maupun nasional, karena keduanya dilindungi oleh konstitusi dan aturan yang sah di negara ini.
Discussion about this post