MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Pemerintah Aceh melalui Biro Keistimewaan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah menggelar Dialog Budaya di Grand Nanggroe selama dua hari, 2-4 Agustus 2022.
Dialog yang mengangkat tema “Revitalisasi Pembangunan Kebudayaan Aceh” itu menampilkan lima sesi dialog, dengan pemateri, antara lain Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan RI, Judi Wahjudin, SS, M.Hum, Antropolog Universitas Andalas, Prof Nusyriwan Effendi, Ketua Majelis Adat Aceh, Tgk. Yusdedi, Ketua Asosiasi Tradisi Lisan Aceh, Reza Idria, Ketua Masyarakat Pernaskahan Nusantara Aceh, Hermansyah, dan perwakilan Disbudpar Aceh, Yudi Andika.
Kegiatan ini diikuti dari unsur 23 kab/kota dalam Provinsi Aceh yang terdiri dari unsur MAA, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kab/kota, budayawan, seniman, sejarawan kab/kota, dan akademisi.
Dialog tersebut melahirkan 14 rekomendasi, yang dirumuskan oleh Nab Bahany AS , Muliadi Kurdi, Sulaiman Tripa, Bustami Abubakar, dan Istiqamatunnisak, yakni:
- Aceh memiliki sejarah panjang peradaban yang kosmopolitan dengan semangat kebudayaan yang egaliter dan siap dengan keberagaman dan kebinekaan. Sejarah masa silam Aceh memiliki nilai-nilai lama yang agung. Kondisi ini perlu dikaji dalam melakukan revitalisasi pembangunan kebudayaan bagi Aceh masa depan.
- Pembangunan kebudayaan perlu diperkuat dengan peraturan perundang-undangan daerah agar selaras dengan berbagai peraturan perundang-undangan nasional.
- Mempercepat revitalisasi budaya dalam masyarakat Aceh perlu adanya kebijakan perumusan regulasi yang sesuai dengan konteks zaman yang kemudian dijalankan oleh stakeholders kabupaten/kota masing-masing.
- Perlu kebijakan pengarusutamaan pembangunan kebudayaan oleh Pemerintah Aceh.
- Perlu dilaksanakan rapat koordinasi lintas sektor dalam waktu yang tidak terlalu lama menyangkut isu, pembangunan kebudayaan.
- Revitalisasi perlu didukung oleh struktur pemerintah yang kuat, antara lain dengan melakukan restrukturisasi di Aceh dengan bentuk dinas kebudayaan yang otonom. Penguatan ini sangat penting dalam rangka memperkuat partisipasi daerah dalam penguatan kebudayaan.
- Strategi penguatan kebudayaan yang dapat dilakukan, berangkat dari kesadaran kebudayaan Aceh yang berbasis Islam sebagai filtrasi kebudayaan global.
- Dibutuhkan landasan hukum yang kuat terkait pentingnya pengajaran bahasa Aceh dan bahasa-bahasa di Aceh dalam kurikulum dan pelaksanaan pendidikan.
- Revitalisasi pembangunan kebudayaan harus didukung dengan muatan lokal dalam kurikulum pendidikan di Aceh.
- Terkait naskah kuno, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan sosialisasi ke masyarakat melalui aparatur kampung dan sekolah/dayah/lembaga pendidikan, serta memberikan literasi (membaca, menulis, menelaah/menganalisis kembali naskah-naskah Aceh, baik yang sudah dialihaksarakan maupun yang belum, kepada masyarakat.
- Pemerintah memfasilitasi masyarakat untuk menerbitkan karya-karya yang berkaitan dengan naskah Aceh baik berupa alih aksara, alih bahasa, dan analisis teks agar bisa dipahami dan dimengerti masyarakat.
- Dilakukan sosialiasi naskah melalui pembuatan film dan animasi tentang cerita dan tokoh dalam naskah, pemilihan duta manuskrip Aceh, mengadakan lomba atau even tentang pernaskahan yang berkaitan dengan naskah.dan membiayai para kolektor naskah.
- Perlu dilakukan sosialisasi terhadap generasi muda, terhadap berbagai upacara adat beserta simbol-simbolnya sebagai langkah penguatan kembali pembangunan kebudayaan Aceh.
- Dibutuhkan pangkalan data kebudayaan bagi pembangunan kebudayaan di Aceh, sehingga pergantian personalia dalam struktur dan kelembagaan tidak menghilangkan hasil-hasil pertemuan kebudayaan yang sudah berlangsung.
Discussion about this post