MEDIAACEH.CO, Kutacane – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dari Fraksi Partai Aceh, Yahdi Hasan, mempertanyakan dugaan rencana pemutusan tenaga kontrak Dai perbatasan.
Dalam kegiatan Reses yang dilaksanakan oleh Yahdi Hasan di aula kantor DPW Partai Aceh di Aceh Tenggara (Agara) pada Selasa 1 Februari 2022 kemarin, Ketua Dai Perbatasan Agara, Bustamil Julianto meminta Anggota DPRA, Yahdi Hasan agar memperjuangkan nasib mereka di tingkat provinsi Aceh.
“Selaku Dai yang berada di perbatasan dan daerah terpencil, kami berharap melalui Partai Aceh dapat memperjuangkan nasib Da’i yang berstatus kontrak untuk dilanjutkan lagi,” ungkap Bustamil.
Menanggapi hal tersebut, Yahdi Hasan Ramud yang juga Ketua DPW Partai Aceh Agara menyebutkan bahwa Aceh satu-satunya provinsi di Indonesia yang sedang menjalankan Hukum syariat Islam, mestinya pemerintah Aceh memperpanjang kontrak mereka, bahkan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Tugas pokok Teungku Dai ini adalah mengembang syiar Islam (Berdakwah), mengajar mengaji dan lain sebagainya, kenapa ada ide program keagaman sebagus ini diputuskan kontraknya, ini yang menjadi tanda tanya kepada kita,” kata Yahdi Hasan Rabu 2 Februari 2022.
Menurut Yahdi Hasan, dirinya telah melakukan koordinasi bersama Pemerintah Aceh melalui Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh ketika melakukan pertemuan pada tanggal 27 Januari 2022 di Kota Subulussalam.
Dalam pertemuan itu, ungkap Yahdi Hasan, DSI Aceh mengatakan ada dua hal yang mengakibatkan sejumlah Dai di seluruh Aceh diputuskan kontrak kerjanya akibat tidak adanya Dana Otsus yang hanya tinggal satu persen.
Selain itu, Permendagri Nomor 99 Tahun 2018. Pemerintah Aceh sedang berupaya untuk memperjuangkan program lanjutan kontrak Dai Perbatasan dan daerah terpencil Aceh, akan tetapi dengan metode perekrutan Dai Baru.
Meski demikian kata Yahdi Hasan, dirinya akan berupaya memperjuangkan nasib para Dai bersama anggota DPRA lainnya di parlemen Aceh. Sebab menurutnya, hal tersebut sangat membantu mengetahui kebutuhan masyarakat Aceh tentang peran Dai perbatasan selama ini. Dimana tugas Dai itu ada di sejumlah Desa yang berbatasan dengan Desa-desa mayoritas Non Muslim dan daerah terpencil. Mengenai rencana perekrutan Baru Dai perbatasan Aceh, Yahdi Hasan juga kurang setuju, hal ini tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah Aceh.
“Penyegaran kita dukung dengan datang nya tenaga baru sebagai Dai di Aceh, tapi bukan untuk dikurangi, namun untuk di tambah tenaga kontrak di Aceh,” ujar Yahdi Hasan.
Menurut Yahdi, jumlah Dai perbatasan dan terpencil di Aceh hanya berjumlah lebih kurang 200 orang yang tersebar di 6 kabupaten/Kota yakni Kabupaten Aceh Tenggara, Kota Subulussalam, Kabupaten Aceh Singkil, Kabupten Aceh Tamiang. Sementara Dai terpencil tersebar di Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Simelue.
“Jumlah 200 itu, masih kurang Dai di Aceh. Contoh saja di kabupaten Agara, ada Desa Non muslim berjumlah lebih kurang 80 Desa, sedangkan Tengku tenaga kontrak hanya berjumlah 43 personil, seharusnya jumlah Desa dengan jumlah Dai perbatasan dan terpencil itu harus sama,” Kata Yahdi.
Hal lain dapat dilakukan kata Yahdi Hasan adalah dengan mengurangi program yang tidak tepat sasaran dan yang tidak menyentuh langsung kepada masyarakat dan itu dapat dialihkan untuk kesejahteraan Dai-dai di Aceh.
Mengenai Permendagri nomor 90 Tahun 2018, Yahdi Hasan menjelaskan tentang UU Republik Indonesia nomor 11 Tahun 2006, tentang UUPA, dimana kewenangan pusat untuk Aceh itu ada enam yaitu, pertahanan (kedaulatan NKRI), keamanan, moneter, hukum, agama, hubungan bilateral.
“Hanya ini kewenangan pusat di Aceh, selebihnya Aceh bisa atur sendiri dengan Qanun, Nah untuk itu, kita menyarankan kepada pemerintah Aceh agar mencari solusi dengan kebijakan yang adil bagi semua Rakyat,” tutup Yahdi Hasan. [Parlementaria]
Discussion about this post