MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Provinsi Aceh masuk sebagai salah satu daerah yang dikategorikan sebagai daerah yang belum mandiri berdasarkan angka dengan Indeks Kemandirian Fiskal (IKF).
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan RI Provinsi Aceh, Safuadi, dalam acara Media Gathering dan Pers Release “Kinerja APBN Sampai dengan Triwulan III 2020” Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Aceh, Senin 19 Oktober 2020.
“Pemerintah Aceh sendiri berada pada peringkat 29 dari 34 Provinsi yang ada di Indonesia dengan indeks IKF senilai 0,1715 atau dikategorikan sebagai daerah yang belum mandiri, demikian halnya dengan seluruh Pemerintah Kabupaten dan Kota di Aceh yang juga dikategorikan sebagai daerah yang belum mandiri,” ujar Safuadi.
Safuardi menyebutkan, hal tersebut dikarenakan Pemerintah Aceh masih sangat bergantung pada transfer dana dari Pemerintah Pusat dan belum mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk membiayai pembangunan dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
“Menjadi tugas kita bersama, bersinergi dan berkolaborasi untuk meningkatkan kemandirian Aceh dalam pembangunan dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Meningkatnya kemandirian Aceh juga akan menjadi salah satu indikator meningkatnya kesejahteraan dan kemakmuran Aceh,” katanya.
Safuardi juga menjelaskan, kemandirian daerah menjadi salah satu cerminan pengelolaan keuangan daerah. Ukuran kemandirian daerah dapat dinilai dengan Indeks Kemandirian Fiskal (IKF) Daerah dalam rangka mengetahui seberapa besar kemampuan daerah dalam membiayai belanja daerah tanpa bergantung pada transfer daerah.
Berdasarkan laporan hasil review atas Kemandirian Fiskal Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2018 dan 2019, Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) menyebutkan, kesenjangan kemandirian fiskal antar daerah yang sangat tinggi.
“Angka indeks kemandirian fiskal Tahun Anggaran 2019 memperlihatkan perbedaan indeks yang sangat mencolok antara Provinsi DKI Jakarta dengan indeks yang tertinggi sebesar 0,7107 dengan Provinsi Papua Barat dengan indeks yang terendah senilai 0,0427,” pungkasnya.
Kondisi tersebut, kata Safuardi, dikarenakan Provinsi Aceh masih minim kegiatan produktif seperti pengelolaan produk dari bahan baku yang dihasilkan. “Semua bahan baku dari Aceh dikirim ke luar Aceh. Padahal jika semua bahan baku itu diolah di Aceh, maka hal itu dapat memberikan nilai tambah terhadap perekonomian,” sebutnya.
Oleh karena itu, Safuardi menyarankan untuk meningkatkan kemandiran tersebut maka perlu adanya kegiatan produktif yang dapat menghadirkan nilai tambah terhadap produk-produk yang ada di Aceh.
“Saat ini yang diperlukan adalah dengan perbanyak investasi. Artinya jika kegiatan produktif berjalan dengan baik, maka akan banyak menyerap tenaga kerja. Sehingga perputaran uang di Aceh akan semakin bertambah,” katanya.
Turut hadir pada acara tersebut Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Aceh, Tarmizi, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Aceh, Syafriadi, dan Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Aceh, Syukriah.[]
Discussion about this post