MEDIAACEH.CO, Aceh Utara – Puluhan warga yang sudah menikah di Gampong Blang MU, Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara mengikuti sosialisasi pencegahan dan penanganan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di meunasah setempat, Sabtu (21/12/2019). Selain diberi pemahaman terkait UU No 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT, masyarakat juga diberitahukan perihal sanksi yang dikenakan bagi pelaku KDRT.
“Ada empat jenis KDRT, yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran dalam rumah tangga atau kekerasan finansial,” ujar Kasat Binmas Polres Aceh Utara, AKP Teguh Yano Budi di lokasi.
Dijelaskan, kekerasan fisik mencakup pemukulan, penganiayaan hingga menyebabkan cedera dan membahayakan nyawa. Kekerasan psikis termasuk pengancaman yang mengakibatkan ketakutan, tekanan dan trauma hingga hilangnya rasa percaya diri. Kekerasan seksual termasuk pemaksaan dalam hubungan intim antara suami istri, misalkan salah seorang di antara pasangan menolak dengan alasan lelah setelah bekerja atau lainnya, namun tetap dipaksa untuk mau. Sementara penelantaran dalam rumah tangga yaitu, tidak memberi nafkah uang belanja atau tidak mencukupi secara ekonomi.
“Bukan hanya istri yang bisa menjadi korban KDRT, tapi ada juga justru suami yang menjadi korbannya. Misalnya, ada istri yang kejam terus suka memukul suami menggunakan sapu atau lainnya. Selama ini banyak kasus KDRT tidak dilaporkan, karena korban malu jika diketahui orang lain,” ungkap Teguh.
Hal lainnya disampaikan perwakilan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Aceh Utara, Briptu Jese Wanda Purba. Katanya, sanksi yang dikenakan bagi pelaku KDRT cukup berat.
“Berdasarkan UU No 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT, pelakunya dapat dikenakan pidana minimal 5 tahun maksimal 15 tahun kurungan penjara atau denda minimal Rp 9 juga hingga maksimal Rp 500 juta),” ucap Jese.
Sementara itu, Kapolsek Lhoksukon, Iptu Yussyah Riandi mengatakan, selama ini banyak kasus KDRT yang dilaporkan ke Polsek malah tidak dapat diproses dengan UU No 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT. Pasalnya, pernikahan pelapor hanya dilakukan secara siri atau bawah tangan.
“Hanya pernikahan yang tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) yang dapat diproses dengan undang-undang tersebut. Sementara KDRT pada pernikahan siri hanya bisa diproses secara pidana saja. Apabila masih ada yang pernikahannya hanya tercatat secara agama (siri), maka baiknya segera ajukan permohonan ke pihak terkait agar dapat dilakukan isbat nikah, sehingga pernikahan tersebut sah secara hukum karena telah mendapat pengakuan dari negara,” kata Iptu Yussyah Riandi.
Discussion about this post