MEDIAACEH.CO, Jakarta – Pemerintah Aceh, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), bersama anggota DPR/DPD RI asal Aceh yang tergabung dalam Forbes Aceh sepakat mengawal dan menjaga keistimewaan dan kekhususan Aceh.
Kesepakatan itu tertuang dalam Nota Kesepahaman tentang Pembangunan dan Penguatan otonomi Khusus, Keistimewaan dan Sinergisitas Pemerintahan Aceh dengan Pemerintah Republik Indonesia yang ditandatangani di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin siang, 11 November 2019.
Kepala Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA) di Jakarta, Almuniza Kamal, mengatakan kesepakatan itu bertujuan untuk memastikan implementasi seluruh isi MoU Helsinki dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh beserta aturan turunannya berjalan sebagaimana mestinya.
“Nantinya akan dibentuk Sekretariat Bersama di Banda Aceh dan Jakarta,” kata Almuniza dalam keterangan tertulis.
Dalam pertemuan itu, Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah mengatakan salah satu yang akan diperjuangkan adalah perpanjangan Dana Otonomi Khusus Aceh secara permanen.
“Dana Otonomi Khusus terbukti telah menurunkan angka kemiskinan di Aceh. Jika dilihat dari masa konflik hingga sekarang, penurunannya mencapai 20 persen. Jadi tidak benar kalau ada yang mengatakan dana otonomi khusus Aceh hanya dinikmati oleh para elite,” kata Nova Iriansyah.
Menurut Nova, pihaknya telah mendapat sinyal positif dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal perpanjangan dana otonomi khusus itu. Namun, menurut Nova, karena menyangkut peraturan perundang-undangan, Presiden Jokowi mengatakan untuk itu perlu dikomunikasikan dengan DPR RI.
“Kita berharap otonomi khusus ini jadi permanen. Pembicaraan permulaan sudah dilakukan dengan Presiden Jokowi. Namun karena ini undang-undang kita juga harus bicara dengan DPR. Secara prosedur, itu harus masuk Prolegnas dulu pada 2020. Insya Allah paling telat 2021. Sehingga pada 2022, angka 2 persen dari Dana Alokasi Umum bisa dipertahankan permanen,” ujar Nova.
“Karena itu, pertemuan hari ini intinya menyelaraskan kerja pemerintahan daerah dengan apa yang menjadi kewenangan anggota DPR dan DPD RI,” sambung Nova Iriansyah.
Nova mengatakan, pergantian aparatur negara di tingkat Pusat terkadang membuat filosofi kekhususan Aceh tidak dipahami secara utuh.
“Itu sebabnya, selain menjalankan tupoksi yang normal anggota DPR RI, mereka juga kami minta tolong untuk menjelaskan secara utuh bahwa Aceh itu punya kekhususan, supaya ke depan tidak ada gerakan-gerakan yang yang menafikan kekhususan Aceh. Aceh itu bisa maju dan kemajuan Aceh itu membawa kemajuan bagi negara Indonesia sekaligus,” kata Nova Iriansyah.
Menurut Nova, selain soal perpanjangan dana otonomi khusus, yang paling penting sekarang adalah mengambil alih pengelolaan Blok B, ladang minyak dan gas bumi di Aceh Utara yang sebelumnya dikelola Exxon Mobil dan saat ini dikelola oleh BUMN Pertamina Hulu Energi.
“Kontraknya sebenarnya sudah habis sejak 18 Oktober 2018. Nah, setahun itu kita bernegosiasi tapi Pertamina Hulu Energi bertahan dengan skema Gros Split,” kata Nova.
Padahal, kata Nova, berdasarkan peraturan perundang-undangan Aceh diberi kewenangan untuk mengelola pertambangan sesuai kekhususan Aceh.
“Kita mintanya cost recovery. Sudah setahun berunding tidak ketemu. Maka pada 3 Oktober 2019 setelah berkonsultasi dengan DPRA, Pemerintah Aceh memutuskan mengambil alih. Sebenarnya ini hal yang biasa-biasa saja karena aturannya sudah mendukung, tapi harus ada proses untuk itu dan mungkin harus ada keikhlasan Pemerintah Pusat. Kalau mampu tidak mampu, kami nanti tentu berpartner dengan pihak ketiga yang mampu mengelola itu,” tambah Nova.
“Saya pikir Blok B salah satu alat untuk mempercepat pengurangan kemiskinan di Aceh,” sambung Nova.
Ketua Forbes DPR/DPD RI asal Aceh M. Nasir Djamil menyambut baik rencana itu. Menurut Nasir Djamil, pertemuan bersama dengan Pemerintahan Aceh menjadi momen bersejarah.
“Harapannya dengan adanya sinergi dan kolaborasi seperti ini dapat menjadi energi dalam membangun Aceh lebih hebat lagi,” kata Nasir.
Selain Nasir Djamil, turut hadir sejumlah anggota DPR dan DPD RI lainnya. Dari Aceh, turut hadir Ketua DPR Aceh dan sejumlah Wakil Ketua. Hadir juga Sekda Aceh dan sejumlah Kepala SKPA. Kepala Bappeda Aceh Ir Helvizar Ibrahim memandu jalannya diskusi.
Ketua Sementara DPR Aceh Dahlan Jamaluddin mengatakan pertemuan tersebut sebagai bagian dari upaya sinergisasi untuk saling menggandeng tangan menjaga keistimewaan dan kekhususan Aceh.
“Jadi tidak ada alasan bagi Aceh untuk tidak maju dan kembali ke kejayaannya. kita punya semua potensi yang diperlukan. dan juga secara regulasi kita memiliki otonomi yang asimetris. kita punya undang-undang keistimewaan dan undang-undang kekhususan Aceh. Jadi Aceh daerah yang istimewa dan khusus,” kata Dahlan.
Dahlan juga berharap di periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi, Aceh mendapat agenda pembangunan prioritas yang maksimal.
“Kita tahu bersama, Aceh punya riwayat konflik yang panjang sejak di awal-awal kemerdekaan. Jadi harus ada pendekatan yang holistik dan perlu adanya kebijakan-kebijakan khusus. Kita dari DPR Aceh, Pemerintah Aceh dan juga bersama Forbes Aceh akan bergandeng tangan bersama-sama meyakinkan Pemerintah Pusat untuk mempermanenkan dana otsus Aceh,” kata Dahlan.
Discussion about this post