MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Guru dan dosen sebagai tenaga pendidik profesional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa memiliki peran yang luar biasa untuk menentukan arah peradaban bangsa.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU), Amsori SH, MH, MM dalam Diskusi Ngopi Hukum dengan tema “Perlindungan Hukum bagi Profesi Guru se-Aceh,” Sabtu 12 Oktober 2019.
Ia mengatakan, guru dan dosen seringkali menghadapi berbagai gangguan, tantangan, ancaman dan intimidasi, baik fisik maupun psikis dari peserta didik.
Hal ini menurutnya, terlihat dari banyaknya kasus dugaan kriminalisasi guru yang sering diberitakan di media massa dan media sosial. Sementara pemberian perlindungan terhadap mereka sebagai korban sangat rendah sehingga mereka harus menerima kenyataan pahit yakni berhadapan dengan hukum, bahkan mendekam di balik jeruji besi.
“Fakta tersebut menimbulkan keprihatinan oleh berbagai pihak termasuk dari para kalangan praktisi hukum dan akademisi,” ujarnya lagi.
Oleh karena itu, Amsori sebagai Praktisi Hukum dari LPBH PBNU mengatakan, biasanya apabila ada Guru yang mengalami masalah dengan peserta didik, sehingga harus berhadapan dengan hukum, dapat melaporkan masalahnya melalui Organisasi Profesi Guru, LKBH, Dinas Pendidikan Pemerintahan Daerah setempat dan bahkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah dan Dasar Subdit Kesejahteraan, Penghargaan dan Perlindungan (Kesharlindung).
Parahnya lagi, kata Amsori, pendekatan kekerasan dipahami sebagai upaya menunjukkan kewibawaan. Seharusnya, pendisiplinan tidak harus dilakukan dengan hukuman. Pendisiplinan bisa dilakukan tanpa kekerasan. Syaratnya, guru harus menghadirkan positive quantum learning dan teaching. Sehingga Guru menjadi seseorang yang harus di Guguh dan di Tiru, bukan di Gugat dan di Buru.
Amsori berharap kapasitas guru baik dari aspek pedagogik, profesional maupun perspektif perlindungan anak meningkat. Guru harus mampu memahami dan mengevaluasi batasan kekerasan mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta mampu menghadirkan pembelajaran ramah anak.
Sementara Wakil Rektor III UIN A-Raniry, Dr Saifullah, M.Ag, mengatakan, Tenaga Pendidik yang sukses adalah mereka yang akhlaknya bagus sehingga mampu menciptakan generasi yang berkarakter.
Saifullah melihat kasus-kasus seperti menghukum anak berdiri di depan kelas, menjewer, menjemur dan berlari siswa di lapangan bola. Guru memang memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada siswa yang melakukan pelanggaran, namun harus disesuaikan dengan kaidah pendidikan, kode etik, dan peraturan perundang-undangan.
“Saat ini perlakuan tenaga pendidik terhadap peserta didik dalam pendisiplinan siswa yang dilakukan guru, selalu disamakan dengan hukuman. Kekerasan dimaknai sebagai ketegasan. Sanksi yang dijatuhkan dijadikan andalan, bukan konsekuensi.”
Dalam Undang-undang Guru dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan disebutkan bahwa Permendikbud itu bertujuan untuk melindungi anak dari tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan; mencegah anak melakukan tindakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan; dan mengatur mekanisme pencegahan, penanggulangan, dan sanksi terhadap tindakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang melibatkan anak, baik sebagai korban maupun pelaku.
Hadir dalam ngopi hukum ini Sekretaris PWNU Aceh, Ustaz Asnawi beserta beberapa pengurus, perwakilan PW Ansor Aceh dan Ketua PGRI Aceh Besar, Al Munzir, M.Si.
Discussion about this post