MEDIAACEH.CO, Jakarta – Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia Tgk Malik Mahmud Al Haytar melakukan pertemuan khusus dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di Kantor Wapres, Jakarta Pusat, Selasa 8 Oktober 2019.
Dalam pertemuan tersebut, melalui Wapres JK, Wali Nanggroe memaparkan dan meminta Pemerintah Pusat untuk merealisasikan kekhususan Aceh sebagaimana yang tertuang dalam butir-butir perjanjian damai MoU Helsinki tahun 2005.
Wali Nanggroe didampingi ketua KPA/Partai Aceh H. Muzakir Manaf atau Mualem, Wakil Ketua KPA yang juga Sekjend Partai Aceh H. Kamaruddin Abu Bakar atau Abu Razak serta Staf Khusus Wali Nanggroe Dr. M. Rafiq.
Poin kewenangan Aceh yang diminta oleh Wali Nanggroe untuk segera diselesaikan diantaranya mengenai batas Aceh yang belum merujuk pada peta 1 Juli 1956, pengelolaan pelabuhan dan bandara yang belum diserahkan kepada Pemerintah Aceh, dan pengelolaan Migas Aceh yang masih terkendala dengan peraturan-peraturan perundang-undangan sektoral.
“Tentang pengalihan Kanwil BPN Aceh dan kantor pertanahan kabupaten/kota menjadi Badan Pertanahan Aceh juga belum direalisasikan. Demikian juga dengan penyelesaian khusus terhadap reintegrasi eks-kombatan,” kata Wali Nanggroe kepada Wapres JK sebagaimana disampaikan oleh Dr. M. Rafiq
Menanggapi desakan Wali Nanggroe, Dr. M. Rafiq mengatakan, Wapres JK menyampaikan, mengenai tapal batas Aceh menurutnya tidak ada permasalahan. Ia mengaku akan meminta peta detail kepada Badan Informasi Geospasial (BIG), karena sistem pemetaan yang dimiliki BIG saat ini dapat menjelaskan batas-batas antar provinsi.
Terkait pengelolan pelabuhan dan bandara, Wapres JK mengatakan, ada hal-hal yang menyangkut lalulintas udara harus dilakukan negara melalui Airnav Indinesia. “Kecuali operasional bandara, dan juga pelabuhan,” kata Wapres JK.
“Untuk Migas akan dipelajari kembali aturan sektoral yang menjadi kendala,” kata Wapres JK. Sementara mengenai peralihan Kanwil BPN Aceh menjadi Kantor Pertanahan Aceh, Wapres JK mengatakan akan segera menanyakan kembali hal tersebut kepada Menteri ATR untuk ditindaklanjuti.
“Saya akan tetap memperhatikan Aceh, dan berupaya menyelesaikan persoalan Aceh yang sudah memasuki 14 tahun perdamaian,” kata Wapres JK kepada Wali Nanggroe.
Sementara itu, Abu Razak yang ikut lansung dalam pertemuan dengan Wapres JK mengatakan, inti dari pertemuan tersebut adalah meminta Pemerintah Pusat untuk menindaklanjuti dan menyelesaikan perkara kewenangan Aceh sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian damai MoU Helsinki.
Pada kesempatan tersebut kata Abu Razak, Mualem juga mempernyatakan kepada Wapres JK terkait pemanggilan dirinya oleh Komnas HAM. Lalu bagaimana respon Wapres JK?
“Itu bukan masalah, karena kita sudah damai. Setelah tanggal 15 Agustus 2005 itu tidak ada cerita lagi, Karena negara telah memberikan amnesti kepada semua orang yang telah terlibat dalam GAM,” kata Abu Razak menyebutkan apa yang disampaikan Wapres JK.
“Sudah selesai, negara sudah memberikan amnesti. Itu cerita sebelum 2005, sudah selesai,” tambah Abu Razak mengulang pernyataan Wapres JK.
Di akhir pertemuan, kata Abu Razak, Wapres JK mengaku akan melaporkan hasil pertemuan dengan Wali Nanggroe kepada Presiden Joko Widodo.
Sementara itu, Sidang Raya Majelis Tinggi Wali Nanggroe yang rencananya akan dibuka langsung oleh Tgk. Malik Mahmud Al Haytar sedikit berubah sesuai rencana, dikarenakan Wali Nanggroe masih di Jakarta untuk bertemu para pemangku kepentingan dalam rangka penyelesaian kewenangan Aceh.
Pembukaan Sidang Raya Rencananya akan dibuka oleh Katibul Wali Nanggroe Usman Umar, hari ini Rabu 9 Oktober 2019 di Aula Katibul Wali Nanggroe.[]
Discussion about this post