MEDIAACEH.CO, Bengkulu – Festival Sastra Bengkulu (FSB) mendapat pasokan energi dari Gubernur Bengkulu DR H. Rohidin Mersyah. Ia berharap festival itu dapat dilanjutkan pada tahun-tahun mendatang. Halangan dan rintangan yang dihadapi panitia itu hal biasa.
“Kalau tidak ada halangan, tidak ada rintangan itu bukan perjuangan,” kata Rohidin saat membuka Festival Sastra Bengkulu di Balai Semarak Pendopo Gubernur Bengkulu, Jumat malam, 13 September 2019.
Pembukaan FSB diawali dengan gala dinner Gubernur dan jajarannya bersama para penulis dan sastrawan yang datang dari berbagai daerah di Indonesia dan negeri tetangga. “Kalau ada kekurangan dan hambatan, maka disitulah timbul kreativitas. Kalau kita berdiam diri, berada dalam zona nyaman saja, maka tidak akan berkembang, tidak akan ada hasil yang lebih baik. Maka sekali lagi, jangan pernah menyerah,” ujar Gubernur lagi.
Ia mengibaratkan dengan sirih yang ketika digigit memiliki rasa asam, pahit, sepet dan manis. Jika dikunyah lama-lama maka akan muncul rasa manis. Rohidin mengatakan orang yang makan sirih giginya kuat.
“Orang akan kuat kalau dia telan semua, dikelola semua, asam pedas kehidupan,” tutur Rohidin.
Gubernur mengapresiasi kerja keras Willy Ana, penyair kelahiran Bengkulu Selatan, yang menggagas dan menyelenggarakan Festival Sastra Bengkulu.
“Ia berkiprah di Jakarta, lalu membawa kegiatan ke Bengkulu, bisa mendatangkan banyak sastawan ke sini, itu luar biasa. Dia melatih calon-calon penulis Bengkulu. Ia mengundang kawan-kawannya dari seluruh Indonesia.”
Festival Sastra Bengkulu diadakan oleh Imaji Indonesia dan didukung oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Pemerintah Provinsi Bengkulu, Djarum Foundation, RRI, dan FKIP Universitas Bengkulu. Festival yang digagas Willy Ana bersama Mustafa Ismail dan Iwan Kurniawan itu pertama kali diadakan pada 13-15 Juli 2018. “Ini festival kedua kalinya,” kata Mustafa Ismail.
Bedanya dengan FSB 2018, kali ini kegiatan berfokus pada anak muda. “Kami menggali potensi muda Bengkulu dan Indonesia agar terus tumbuh,” ujar Iwan Kurniawan.
Sebelumnya, dalam sambutannya, Willy Ana, sang penggagas dan ketua panitia FSB, mengatakan bahwa Festival Sastra Bengkulu diwarnai dengan beragam mata acara. Acara pertama pada Jumat siang hingga sore adalah workshop menulis puisi, cerpen dan esai, yang diadakan di FKIP Universitas Bengkulu. Workshop itu diikuti oleh mahasiswa dan para penulis muda Bengkulu dan beberapa penulis dari daerah lain.
Usai gala dinner dan prosesi pembukaan, kegiatan dilanjutkan dengan baca puisi dari para penyair dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk Bengkulu, dan Malaysia. Para pembaca puisi antara lain Reani Retno (Medan), Syarifuddin Arifin (Padang), Wacana Minda (Malaysia), Elvi Anshori (Bengkulu), Ketua Dewan Kesenian Bengkulu Dan Leman, dan lain-lain.
Selanjutnya, pada Sabtu pagi hingga sore, diadakan seminar nasional bertema “Sastra, Anak Muda, dan Tradisi” juga di Aula FKIP UNIB. Seminar itu menghadirkan pembicara Joko Pinurbo, Kurnia Effendi, Putu Fajar Arcana, Muhammad Subhan, Aflaha Rizal, dan Wendy Fermana. Seminar dua sesi itu dimoderatori oleh dosen FKIP UNIB Asril Chanras dan penyair Fikar W. Eda. “Kami bekerjasama dengan FKIP UNIB. Bapak Dekan FKIP Prof. Dr. Sudarwan Danim sangat mengapresiasi kegiatan ini,” ujar Willy.
Ketika pembukaan seminar, Dekan FKIP Prof. Dr. Sudarwan Danim, berharap panitia FSB dapat bekerja sama lebih baik lagi dengan fakultas itu di masa akan datang untuk penyelenggaraan Festival Sastra Bengkulu.
“Kami sangat bersenang hati. Ke depan, kita bisa menjalin ikatan-ikatan khusus untuk kegiatan ini,” ujar Sudarwan dalam sambutannya.
Antusiasme untuk kembali bekerjasama pada masa mendatang juga datang dari Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Dr. Dedy Sofyan, M.Hum dan dosen FKIP yang juga penulis, Asril Chanras. “Nanti bisa dirancang jauh-jauh hari,” kata Dedy.
Selepas dari FKIP, Jumat malam, kegiatan FSB berpindah ke ballroom sebuah hotel di Bengkulu. Imaji Indonesia, sebagai penyelenggara, bekerja sama dengan RRI untuk mengadakan Malam Puisi untuk Indonesia Lebih Bertoleransi. Kegiatan itu mengetengahkan pembacaan puisi oleh para penyair dan tokoh publik, seperti Joko Pinurbo, Putu Fajar Arcana, Fikar W Eda, Direktur Utama RRI Mohammad Rohanudin, Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Supratman, kelompok Sihir Puitika, dan lain-lain.
“Persiapan kegiatan ini sangat singkat. Tapi Alhamdulillah hasilnya memuaskan,” ujar Kepala RRI Bengkulu Ahmad Bahri. Direktur Utama RRI Mohammad Rohanudin pun memberi apresiasi atas pelaksanaan acara tersebut. Ia menjabat tangan panitia acara secara bergantian untuk menyatakan kepuasannya. “Acara sangat bangus. Bagus,” ujar Rohanudin yang ketika muda belajar menulis puisi kepada sastrawan KH Zawawi Imron itu.
Festival Sastra Bengkulu ditutup di Pulau Tikus, sebuah pulau kecil yang berjarak sekitar 40 menit perjalanan dari pantai Bengkulu. Sebelum ditutup, kegiatan yang dinamakan Pentas Sayonara “Sastra untuk Cinta” itu diwarnai dengan pembacaan puisi oleh sejumlah penyair. Pembacaan puisi dimulai di atas perahu di tengah laut dan di pulau seluas 0,6 hektare itu.
Sebelum pentas, Putu Fajar Arcana memimpin permainan kata-kata untuk mengolah imaji dan kepekaan para penyair muda. Setelah kegiatan itu ditutup, ternyata kegiatan belum selesai. Usai foto-foto bersama di tepi pantai Pulau Tikus, para penulis muda Bengkulu kemudian secara spontan mendeklarasikan terbentuknya Forum Penulis Muda Bengkulu. Wadah itu dimaksudkan sebagai ruang untuk bertemu, berbagi pengalaman dan saling menyemangati agar mereka terus bisa mengasah keterampilan menulis.
Discussion about this post