MEDIAACEH.CO, Aceh Utara – Pada dasarnya, beropini atau berpendapat merupakan hak asasi manusia sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 28E ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) disamping pengaturan mengenai kebebasan berpendapat ini juga tertuang dalam Pasal 23 ayat (2) UU HAM yang berbunyi,
“Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetakmaupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara.”
Dari sini kita bisa ketahui bahwa setiap orang bebas menyebarluaskan opini/pendapatnya secara tulisan melalui media cetak seperti koran, dengan memperhatikan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara yang ditegaskan dalam Pasal 28J UUD 1945.
Terkait penulisan opini oleh Teuku Kemal Fasya, Ketua UPT Kehumasan dan Hubungan Eksternal Universitas Malikussaleh, dengan judul “Parasit Demokrasi” yang terbit di halaman opini salah satu media lokal di Aceh, terdapat tulisan dalam opini tersebut yang menyudukan profesi wartawan, dan dapat digolongkan sebagai tindak pidana, melanggar nilai-nilai yang tersebutkan di atas.
Di antaranya berisikan “Para parasit demokrasi ini sebenarnya sama seperti kuman atau virus zoonotik yang memengaruhi nilai-nilai personal dan public, yang secara evolutif akan merusak psikologi manusia” Bukan hanya itu, “Hal ini harus saya lakukan, ketika wartawan bodrex lebih banyak berkerumun pada momen-momen seperti itu”.
Lintas organisasi wartawan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Dewan Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Aceh (DPP-PWA), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI), mempertanyakan kepada Kemal Fasya, siapa saja dan dari media mana yang disebutkan sebagai wartawan “Bodrex” lebih banyak berkerumun pada momen-momen meugang puasa dan meugang lebaran. Lalu mana buktinya, jangan asal tulis opini sesuka hati tanpa memikirkan tulisannya dapat melecehkan profesi wartawan.
Kemudian, dalam opininya juga berisikan “Idealisme demokrasi Fenomena seperti itu semakin sulit ditemukan di era disrupsi dan resesi seperti saat ini, ketika seluruh pekerjaan kerap bisa dikuantifikasi dengan uang”.
Pertanyaannya siapa yang dimaksud atau wartawan mana ketika seluruh pekerjaan kerap bisa dikuantifikasi dengan uang. Selanjutnya juga dalam opininya disebutkan “Banyak wartawan, amplopnya diambil, berita tak pernah dituliskan”.
“Kami menganggap tulisan itu sudah melecehkan harkat serta martabat wartawan Aceh, khususnya wilayah Lhokseumawe dan Aceh Utara. Karena opini Kemal Fasya itu telah melukai hati wartawan dan ini bukan persoalan sepele, tapi masalah serius. Kalau dikatakan banyak wartawan, maka tolong sebutkan siapa orangnya,” kata Korlap Lintas Organisasi Wartawan, Rahmad Antara dalam konferensi pers yang digelar di Lhokseumawe, Jumat (5/7/2019).
Ketua AJI Lhokseumawe, Agustiar Ismail, di lokasi yang sama mengatakan, pihaknya sangat menjunjung tinggi kebebasan berpendapat, baik media sosial maupun media massa. Terkait hal ini, Agustiar mengapresiasi Kemal Fasya yang telah berkarya melalui opini, karena beropini atau berpendapat merupakan hak asasi semua orang.
“Kita menyesalkan sikap seorang Kemal Fasya yang kurang bijak dan notabenenya adalah seorang akademisi dan pengamat yang selama ini menjadi sumber para wartawan, di satu sisis tulisan opininya yang menyanjung seorang wartawan anti amplop, namun di lain sisi, Kemal Fasya malah menitipkan amplop untuk wartawan melalui seorang wartawan senior. Ini sangat memalukan, konon lagi itu anggota AJI,“ cetus Agustiar.
Deni Andeva, perwakilan IJTI menyebutkan, persoalan beropini dimedia massa sangat kita hargai, tapi harus lebih cerdas meihat persoalan, sehingga tidak berbenturan dengan etika dan kehormatan orang lain,“ ucapnya singkat.
Sementara Ketua Umum DPP-PWA Maimun Asnawi, semestinya jika pun ingin menulis pendapatnya, tentang Parasit Demokrasi, tidak seharusnya mengambil pintu masuk dengan menjelek-jelekkan para wartawan. Cukup banyak bahan dan sudut pandang yang tidak kalah menarik yang dapat disampaikan di tulisan itu.
“Sekarang saya bertanya, apakah Kemal Fasya dan seluruh orang yang ada di Unimal itu jauh lebih baik dari kaum kami para jurnalis. Jangan munafik, semua kita tidak sempurna, ada saja kesalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Konon lagi bagi mereka yang duduk di posisi tertentu dalam sebuah lembaga, seperti Kemal Fasya di Unimal,” ujarnya.
Berikut pernyatan atas nama Lintas Organisasi Wartawan menuntut kepada Kemal Fasya
1. Mengecam keras opini “Parasit Demokrasi” Sdr Kemal Pasya
2. Segera meminta maaf kepada Wartawan atas tulisan opini yang melecehkan Wartawan secara tertulis dan dimuat media massa dimana opini tersebut diterbitkan.
3. Mendesak Rektor Unimal Dr. Herman Fithra mencopot jabatan Kemal Pasha sebagai kepala UPT Kehumasan dan Hubungan Eksternal Universitas Malikussaleh.
Discussion about this post