MEDIAACEH.CO, Tunisia – Sekelompok perempuan Tunisia menggunakan media sosial untuk melancarkan aksi protes menuntut adanya aturan hukum soal poligami.
Poligami adalah masalah tabu di Tunisia dan termasuk dalam kejahatan berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Status Pribadi. Namun, sekelompok perempuan yang tidak setuju dengan pasal tersebut mengangkat isu ini ke media sosial untuk menyerukan proses hukum di parlemen.
Mayoritas warga Tunisia menolak poligami, tetapi kelompok minoritas mendukungnya dengan dalih mengikuti hukum Syariah.
Presiden Forum Kebebasan dan Kewarganegaraan, Fathi Al-Zghal, mengkonfirmasi aksi protes itu spontan dan datang dalam upaya penyelesaian isu poligami di Tunisia. Al-Zghal mendukung gagasan aksi protes ini karena dia percaya perlunya solusi untuk kehidupan perempuan lajang di Tunisia.
Menurut Al-Zghal, Undang-Undang Status Pribadi yang mengatur hak dan kebebasan perempuan di Tunisia, perlu ditinjau kembali. Tidak hanya urusan poligami, tetapi juga prosedur perceraian yang perlu ditinjau ulang karena dianggap bertentangan dengan hukum Syariah.
Sebelumnya Al-Zghat mengatakan para perempuan di Tunisia akan berpartisipasi dalam aksi protes untuk mengekspresikan kemarahan mereka atas kegagalan Tunisa mengizinkan poligami. Dia meyakinkan aksi protes ini tidak ada sangkut-pautnya dengan politik dan tidak dipimpin oleh lembaga apapun.
Menurut laporan terbaru yang diterbitkan oleh Badan Nasional urusan Keluarga dan Populasi pada Desember 2017, Tunisia adalah salah satu negara dengan tingkat keengganan menikah tertinggi, dengan angka 60 persen jauh lebih tinggi daripada rasio negara-negara Arab lain.
Laporan itu mengungkapkan bahwa jumlah perempuan lajang telah meningkat menjadi lebih dari 2,25 juta, dari total 4,9 juta perempuan di Tunisia. Angka tersebut telah meningkat dari hanya 990.000 pada tahun 1994, dengan usia kehamilan tertinggi di antara wanita usia 25-34.
Sebuah riset internasional yang dilakukan pada Desember lalu menyebut Tunisia berada di peringkat keempat di dunia Arab dan pertama di Afrika utara dalam persentase perempuan lajang. Sosiolog, Salahuddin Ben Faraj tidak melihat poligami sebagai solusi dari permasalahan, justru akan memberikan masalah sosial yang baru.[]
Sumber: Tempo.co
Discussion about this post