MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Islam bukanlah hal yang baru bagi Veeramallah Anjaiah. Hidup di tengah komunitas Muslim di Andrapradesh, India, membuatnya mengenal Islam sejak kecil.
“Teman-teman saya Islam. Sementara saya Hindu. Saya bahkan sering ikut berpuasa bersama teman-teman ketika Ramadhan. Dari mereka saya mengenal Islam dan saya merasa tertarik,” katanya.
Ia semakin mengenal Islam saat duduk di bangku kuliah. Ketika itu, pria yang kini berusia 51 tahun ini kuliah di jurusan sejarah. Nah, salah satu yang ia pelajari di jurusan ini adalah tentang agama, Islam salah satunya.
“Saya tertarik dengan kisah Nabi Muhammad SAW yang berjuang tak kenal lelah untuk mengenalkan Islam,” ujar ayah dari tiga anak ini.
Dari ruang kuliah di jurusan sejarah ini, ia tahu bahwa Islam bisa berkembang pesat hanya dalam waktu beberapa ratus tahun dan kini menjadi salah satu agama terbesar di dunia.
Dari bangku kuliah pula Anjai tahu bahwa Islam sangat menjunjung tinggi prinsip kesetaraan dan persaudaraan. Agama ini mengajarkan berbagi melalui zakat dan perayaan Idul Adha.
“Muslim harus saling membantu. Orang kaya harus mengeluarkan zakat untuk membantu orang miskin. Dan, kurban yang disembelih pada Idul Adha diberikan pula kepada mereka yang membutuhkan,” kata pria yang kini telah menjadi warga negara Indonesia setelah menunggu selama 16 tahun.
Islam, lanjutnya, juga mengajarkan disiplin yang tinggi. Selain itu, Islam memiliki peraturan lengkap untuk menuntun kehidupan seorang Muslim. Islam tidak mengajarkan kekerasan dan perilaku radikal lainnya, namun menjunjung tinggi perdamaian.
“Jadi, rasanya aneh saja bila banyak kelompok radikal yang terbentuk dan mengatasnamakan Islam.”
Pria yang kini bekerja sebagai redaktur senior di sebuah koran berbahasa Inggris ini semakin mengenal Islam setelah pindah ke Indonesia untuk kuliah di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. “Di sini saya banyak belajar tentang kehidupan seorang Muslim,” katanya. Keinginan untuk menjadi Muslim semakin kuat ketika Anjai menemukan pujaan hatinya. Seorang perempuan Solo yang bekerja sebagai perawat.
“Kami pertama kali bertemu pada 1995. Ketika itu saya harus mengobati kaki saya yang sakit setelah terjatuh dari Banana Boat saat kantor saya mengadakan liburan bersama di Pulau Aer,” ujarnya. Mereka bertemu beberapa kali dalam sesi fisioterapi. Kebetulan sang perawat yang asli Solo itu sangat tertarik dengan India.
“Kami bertukar pengetahuan.”
Mereka pun saling jatuh cinta. Namun, perbedaan agama mengganjal cinta mereka. Salah satu di antara mereka merasa harus ada yang mengalah. “Istri saya yang masuk Hindu, atau saya yang masuk Islam,” katanya.
Suatu ketika, sang istri berusaha untuk mengalah dan memantapkan hati untuk menjadi seorang Hindu. “Namun, saya menghentikannya. Saat itu saya bilang padanya bahwa dia tidak perlu pindah agama. Karena saya yang akan pindah ke Islam. Lagi pula sejak dulu saya sudah mengenal Islam dan saya sebenarnya sudah lama tertarik,” katanya.
Akhirnya beberapa bulan sebelum pernikahan, Anjai memutuskan untuk memeluk Islam pada usianya yang ke-35 tahun. “Istri saya senang sekali dengan kabar tersebut, begitu juga keluarganya.”
Sumber: Republika.co.id
Discussion about this post