MEDIAACEH.CO, Jakarta – Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan mengatakan, pihaknya tetap menolak pencalonan caleg dari mantan narapidana kasus korupsi, meski Kementerian Hukum dan HAM (kemenkumham) menolak mengundangkan aturan itu. KPU akan menjawab penolakan kemenkumham tersebut setelah 21 Juni.
“Sikap kami terhadap mantan narapidana kasus korupsi sudah final. Kami menolak,” ujar Viryan di Jakarta, Rabu 13 Juni 2018.
Sebelumnya, kemenkumham mengirim surat kepada KPU sekaligus menyatakan mengembalikan draf Peraturan KPU (PKPU) Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota. Pengembalian ini dilakukan setelah kemenkumham bertemu dengan kementerian dan lembaga terkait, yakni Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan DPR.
Berdasarkan pertemuan tersebut, ketiga pihak tetap menyatakan menolak adanya aturan larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) yang ada dalam draf PKPU Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota itu. Sebab, larangan ini bertentangan dengan aturan di atasnya, yakni UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Viryan melanjutkan, KPU berencana menyampaikan surat balasan kepada kemenkumham. Saat ini, surat itu sedang dipersiapkan dan akan dikirimkan ke kemenkumham setelah 21 Juni (setelah Idul Fitri).
Terkait pengembalian draf PKPU itu, KPU menilai sikap kemenkumham di luar kebiasaan sebelumnya. “Sikap kemenkumham yang mengembalikan draf PKPU ini juga dalam sejarah pengundangan PKPU tidak pernah terjadi. Baru saat ini,” ujar Viryan.
KPU menyesalkan sikap kemenkumham. Menurut Viryan, permintaan KPU agar mendorong pengundangan draf PKPU pencalonan caleg itu untuk menjaga konsistensi kemenkumham.
Sikap kemenkumham yang justru mengembalikan draf PKPU membuat mereka tidak konsisten. Alasannya, sebelumnyakemenkumham sudah mengundangkan PKPU Pencalonan Caleg DPD.
Padahal aturan pencalonan anggota DPD itu juga memuat larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi.Selain itu, KPU juga menilai kemenkumham sudah bertindak melampaui kewenangan mereka. Ini berdasarkan kepada aturan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
“Dari segi regulasi, pada pasal 9 ayat 2 UU tersebut, bahwa konten dalam suatu aturan itu harus diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jadi Kemenkum-HAM tidak bisa melakukan hal yang demikian (menilai konten). Dalam hal ini, Kemenkum-HAM sudah mengambil porsi MK, melakukan abuse of power sehingga melampaui kewenangannya,” tegasnya.
Discussion about this post