MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Wakil Ketua Tim Penggerak PKK Aceh, Dyah Erti Idawati, mengapresiasi pelaksanaan workshop video pendek yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh. Menurut Dyah audiovisual merupakan metode yang paling tepat untuk menangkal radikalisme dan terorisme.
Hal tersebut disampaikan Dyah Erti dalam sambutan singkatnya saat membuka Workshop Video Pendek BNPT 2018 serta Dialog Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Kalangan Pelajar Aceh se-Aceh Besar, yang berlangsung di SMK Al Mubarkeya Aceh Besar, Rabu 9 Mei 2018.
“Media audiovisual adalah salah satu bentuk pendekatan yang mampu menyampaikan lebih detil mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kampanye penanggulangan terorisme dan menolak radikalisme, terutama di kalangan pelajar,” ujar Dyah Erti.
Dyah Erti mengimbau para peserta untuk mengikuti dengan seksama serta menyerap berbagai ilmu yang disampaikan para pemateri.
Panitia turut mengundang sejumlah pemateri dari Jakarta. Di antaranya seperti Teuku Rifnu Wikana yang menjadi pemeran Presiden Joko Widodo dalam Film Jokowi, serta sutradara film Ada Apa Dengan Cinta.
“Serap ilmunya. Nanti saat kembali ke sekolah masing-masing, sebarluaskan kepada kawan-kawan di sekolah agar makin banyak siswa yang mampu membuat film pendek terkait penanggulangan terorisme. Dengan demikian, maka paham radikalisme dan terorisme dapat ditekan dan tidak menyebar di Bumi Serambi Mekah,” ujar Dyah Erti.
Dyah mengatakan radikalisme dan terorisme merupakan topik yang sangat menarik, mengingat gerakan radikal kerap muncul di banyak tempat.
“Penting bagi kita membahas langkah mengantisipasi gerakan ini, sehingga Aceh bebas dari pengaruh buruk yang berpotensi mengganggu perdamaian dan ketentraman masyarakat,” kata Dyah yang juga tercatat sebagai salah satu dosen di Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala.
Dyah mengatakan radikalisme adalah paham yang menginginkan perubahan dalam bidang sosial dan politik dengan cara-cara di luar hukum. Gerakan radikal ini, menurut Dyah, berpotensi menyebabkan sekat-sekat di kalangan masyarakat karena identik dengan kekerasan. Akibatnya, masyarakat menjadi terpecah dan kepercayaan kepada pemerintah kian menurun.
“Radikalisme sangat erat kaitannya dengan teroris. Kalau radikalisme merupakan paham tentang gerakan yang di luar hukum, sedangkan teroris adalah komunitas yang menjalankan paham itu. Ironisnya, kelompok ini kerap membawa-bawa nama agama dan organisasi dalam gerakannya,” ungkap Dyah.
Di Indonesia, gerakan radikal atas nama agama telah ada sejak beberapa tahun lalu. Mereka kerap memelintir sejumlah pengertian dari kitab suci untuk menjadi dalih bahwa apa yang mereka lakukan merupakan bagian dari jihad.
“Mereka tidak sadar, bahwa sesungguhnya aksi itu tidak dibenarkan oleh agama. Tapi nyatanya kelompok ini masih tetap menjalankan aksinya,” imbuh Dyah Erti.
Dyah turut memaparkan data dari Pusat Komunikasi dan Informasi Ditjen Kesbangpol, Kemendagri. Menurut data tersebut, pada tahun 2012 saja tercatat 65 peristiwa konflik radikal yang mengatasnamakan agama di Indonesia. Jumlah konflik menurun pada tahun 2013 dan seterusnya, tetapi ancamannya tetap ada sampai sekarang.
Dyah mengungkapkan empat strategi yang dapat dilakukan pemuda untuk memberantas terorisme dan radikalisme. Pertama, meningkatkan pemahaman keagamaan. Menurut Dyah, seseorang yang dangkal dalam memahami agama akan sangat mudah dihasut dengan ayat-ayat palsu.
Hal lain yang bisa dilakukan adalah membentuk komunitas-komunitas damai di lingkungan sekitar. Dyah meyakini, para pemuda bisa menjadi pionir dalam pembentukan komunitas ini, sehingga bersama kelompok lainnya, komunitas ini dapat berperan melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang bahaya paham radikalisme.
Selain itu, pemuda dapat menyebarkan virus damai di dunia maya. Penelitian menyebutkan pengguna internet di kalangan remaja di Indonesia, mencapai 30 juta jiwa. Hal inilah yang menjadi celah bagi para penyebar paham radikal untuk menarik pengikutnya dari kalangan anak-anak muda.
“Oleh karena itu, dibutuhkan aksi untuk menangkal informasi sesat itu dengan cara memuat konten-konten damai di sosial media sebagai balasan dari konten radikal yang mereka tampilkan,” kata Dyah Erti.
Strategi terakhir yang harus dilakukan adalah dengan senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, melalui prilaku yang beretika.
“Dengan demikian kita mampu mencegah terjadinya gesekan di masyarakat yang berpotensi mengganggu kebersamaan yang terjalin dengan baik. Oleh karena itu, kami sangat mengapresiasi kegiatan ini dan mengimbau para peserta untuk menyerap sebanyak-banyaknya materi yang disampaikan oleh pemateri,” pungkas Dyah Erti.[]
Discussion about this post