MEDIAACEH.CO, Malaysia – Menjalani ibadah puasa jauh dari keluarga terasa sangat berat bagi sebagian orang. Bulan Ramadan menjadi momen kebersamaan bersama keluarga. Namun sudah menjadi suratan takdir sebagian orang untuk jauh dari keluarga di bulan penuh berkah ini.
Aqil Albanna misalnya, seorang mahasiswa UIN Ar-Raniry Banda Aceh sedang mengikuti program pertukaran pelajar bersama 9 rekannya di Kedah, Malaysia sejak beberapa bulan yang lalu.
Menurut Aqil berpuasa di Malaysia memberikan kesan dan pengalaman tersendiri bagi warga Aceh yang sedang berada di Malaysia.
Memang secara umum, menjalani puasa di Malaysia tidak jauh berbeda dengan di Aceh. Kedekatan budaya hampir membuat warga Aceh seolah berpuasa di negeri sendiri.
Perbedaan yang sangat kentara saat menjalani puasa di Malaysia adalah tidak adanya perayaan meugang (makan daging jelang Ramadan).
Namun yang menarik adalah tidak ditemukan perbedaan dalam hal penetapan awal puasa di Malaysia.
Seluruh negeri di Malaysia mengawali puasa secara serempak. Pada Ramadan kali ini seluruh warga Malaysia menjalani puasa pada hari Sabtu 27 Mei 2017. Penetapan awal Ramadan diputuskan dalam rapat raja-raja di Malaysia.
Nah hal ini tentu berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia, masih ada sejumlah kelompok yang memulai berpuasa tidak sesuai dengan penetapan kementerian agama. Bahkan terlampau melakukan rukyah hilal sendiri.
“Penetapan awal Ramadan ditentukan oleh rapat majelis raja-raja di Malaysia berdasarkan pandangan langsung penampakan bulan di berbagai tempat, di berbagai negeri (propinsi),” katanya.
“Dalam hal pemahaman tentang syariat Islam, secara umum dapat dikatakan seragam. Jarang dijumpai kelompok dengan pemahaman agama yang berbeda,” katanya.
Dalam hal kegiatan keagamaan di masjid-masjid di Malaysia, tidak terlepas dari pengawasan kerajaan.
“Pelaksanaan kegiatan dan aktivitas masjid dikontrol sepenuhnya oleh pemerintah setempat, mungkin itu juga berlaku di masjid university. Imam-imam di masjid kebanyakan, jika tidak semuanya, diberi gaji oleh pemerintah untuk masjid tingkat Daerah atau Jajahan (Kabupaten),” katanya.
“Saya pernah diberi tahu, gaji rata-rata imam masjid RM 3000 perbulan (sekitar Rp 9 juta), sedangkan bilal (muadzin) dan pengurus lainnya bergaji lebih kecil. Operasional masjid pun ditanggung oleh kerajaan negeri (Pemerintah Propinsi),” kata Aqil.[]
Discussion about this post