Jakarta – Mantan Panglima Operasi Pusat Komando Jihad Maluku, Ustaz Jumu Tuani bersama para mantan mujahid Maluku menyerukan dukungan terhadap antiradikalisme. Mereka mendeklarasikan sikap untuk siap melawan paham radikal yang mengatasnamakan agama.
Kegiatan yang didukung oleh Kodam XVI/Pattimura ini digelar di kediaman Ustaz Jumu di Ambon, Minggu (28/5). Pada acara tersebut, mereka bertekad menjaga dan menjadi agen perdamaian untuk keutuhan NKRI.
“Kita harus bangga berada di Maluku ini, kita harus bangga menjadi warga Indonesia yang mana kita diciptakan dengan berbagai suku dengan keanekaragaman adat istiadat dan budaya namun kita bisa hidup berdampingan dengan aman dan damai,” ujar Kabintal Kodam Pattimura, Kolonel Inf Kosasih seperti tertulis dalam keterangan Pendam Pattimura, Senin (29/5/2017).
“Jadi kalau ada yang datang dengan ajaran yang menyimpang dari Al-quran itu adalah ajaran yang sesat,” imbuhnya.
Kosasih mengingatkan seluruh warga untuk meningkatkan rasa ukhuwa dan terus menjunjung Pancasila dan UUD 1945. Tak hanya itu, dia juga menyebut ajaran kelompok radikal akan berujung memecah belah bangsa.
“Coba lihat beberapa negara Arab seperti Libya, Siria. Pemerintahnya hancur berantakan hanya karena ulah kelompok radikal yang menghalalkan segala cara,” kata Kosasih.
Pada kegiatan tersebut, dilaksanakan pernyataan sikap untuk menjaga keutuhan dan kedamaian Maluku dari gangguan kelompok radikal ISIS dan Kelompok Radikal lain. Setidaknya ada 75 orang para matan mujahid yang mengikuti pernyataan sikap ini. Mereka sebelumnya pernah masuk pada kelompok radikal dan terlibat pada konflik Ambon tahun 1999.
Kodam Pattimura sangat mendukung kegiatan tersebut. Sejak di bawah pimpinan Pangdam Mayjen Doni Monardo, Kodam Pattimura memang melakukan pendekatan secara persuasif dengan berbagai tokoh dan kelompok yang berperan dalam konflik guna menjaga keamanan Maluku dan Maluku Utara.
Dalam kesempatan itu, Ustaz Jumu mengingatkan bahwa kelompok radikal bukan hanya ISIS. Dia menyebut kelompok-kelompok lain di luar ISIS juga ada yang ikut terlibat dalam penyebaran paham radikalisme sehingga seluruh elemen bangsa harus turut berpartisipasi dalam menghalaunya.
“Mereka menganggap Indonesia ini negara kafir, mungkin mereka menggunakan kaca mata kuda sehingga mereka menganggap Polisi itu kafir, tentara itu kafir, camat, lurah, semuanya kafir, dan itu bukan ajaran islam yang sebenarnya,” ujar Ustaz Jumu dalam acara itu.
“ISIS banyak menggunakan beberapa ayat Alquran untuk membodohi para preman di Jakarta, Poso, dan di daerah lain dengan mencuplik dan menafsirkan ayat Allah SWT sesuka hatinya, itulah pemahaman ISIS dan teroris,” lanjut dia.
Saat konflik Maluku silam, Jumu merupakan Panglima Operasi Pusat Komando Jigad Maluku untuk tahun 2000-2002. Dia pernah dipenjara karena terbukti memiliki senjata api, namun setelah bebas, dia lalu bergabung dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Jumu bersama BNPT rajin berdakwah melawan radikalisme. Dia mengingatkan bahwa wilayah Maluku dan Maluku Utara sangat riskan disusupi oleh pihak ISIS maupun penganut paham radikalisme.
ISIS disebutnya berorientasi dengan Maluku dan Malut karena mereka tahu militansi warga Maluku dan Malut yang sangat tinggi. Untuk itu Jumu mengingatkan kepada seluruh warga Maluku dan Maluku Utara untuk selalu waspada dan jangan sampai disusupi oleh pihak-pihak yang hendak merusak bangsa.
“Mereka ingin Maluku rusuh agar mereka bebas menenteng senjata ke mana-mana. Sekarang Ambon sudah damai, di sini saya mengajak suadara-saudara semua yang dulu terlibat dan merasakan konflik tahun 1999, agar tidak terjerumus ke jalan yang salah,” tuturnya.
Jumu mengaku pernah ditawari menjadi pimpinan Negara Islam di Irak dan Surian (NIIS) untuk Indonesia dengan agenda menjadikan Maluku dan Maluku Utara sebagai basis gerakan. Namun dia menolaknya. Menurutnya, masyarakat di daerah yang pernah menjadi ladang konflik akan lebih mudah dipengaruhi.
Untuk itu Jumu mengimbau kepada seluruh warga Indonesia untuk bergandengan tangan dan jangan sampai menjadi korban agenda setting. Dia menyebut biasanya kelompok radikal atau provokator menyasar pemuda Muslim yang masih mencari jati diri untuk akhirnya didoktrin melakukan tindak kekerasan.
“Saat saya ketemu mereka di Jawa, baru saya tahu kalau kita dibodohi. Kita diperalat,” tutupnya. | sumber: detik
Discussion about this post