MEDIAACEH.CO, Cannes – Film Marlina, Si Pembunuh dalam Empat Babak, mendapat sambutan hangat dalam pemutaran perdananya di Teater Quanzaine, Cannes, Prancis, Rabu, 24 Mei 2017. Penonton teater berkapasitas 800-an itu, memberi standing ovation, begitu film berakhir.
Sutradara film Marlina, Si Pembunuh dalam Empat Babak, Mouly Surya dan para pemain seperti Marsha Timothy, Dea Panendra, Egy Fedly, Yoga Pratama pun naik ke atas panggung begitu film berakhir. Pujian banyak disuarakan wartawan Prancis sebelum mereka mengajukan pertanyaan.
Salah satu wartawan menanyakan, kenapa tokoh dalam film Marlina, Si Pembunuh dalam Empat Babak seperti membuat tanda salib padahal Indonesia dikenal sebagai negeri Muslim. Mouly menjawab, bahwa sekitar 20 persen dari penduduk Indonesia beragama non-muslim. “Itulah keberagaman yang ada di Indonesia,” katanya.Patrick Vuittenez, Fauzan Zidni (produser Cinesurya), Mouly Surya (sutradara), Georgss Goldenstern (L'Atelier dela Cinefondation, project market Cannes), dan Rama Adi (produser Cinesury). Foto dokumen Mouly Surya.
Penonton, yang sebagian adalah wartawan Prancis, para praktisi dan pengamat film, berkali-kali tertawa melihat adedan di film. Bahkan mereka sampai bertepuk tangan di tengah film ketika ada adegan Novi memenggal kepala penjahat yang sedang memperkosa Marlina. Marlina dan Novi adalah dua sahabat.
Film ini dibagi dalam empat babak, yaitu perampokan, perjalanan, pengakuan, dan kelahiran. Dibungkus dengan pemandangan alam Sumba Timur yang gersang namun indah, film ini berkisah tentang perempuan Sumba yang baru ditinggal mati suaminya. Ia tinggal sendiri di rumah terpencil ditemani mumi suaminya, yang belum bisa dikubur karena Marlina sedang mengumpulkan ternak dan biaya untuk upacara pemakaman.
Suatu sore, datang tujuh perampok. Mereka tidak hanya mengangkut ternak yang sedang dikumpukannya, namun juga berniat memperkosa Marlina. Dengan akal dan ketangguhannya, Marlina berhasil menaklukkan lima perampok, yang salah satu ia penggal kepalanya.
Marlina kemudian membawa potongan kepala itu ke kantor polisi. Film thriller ini tak sepenuhnya menegangkan, karena Mouly memasukkan beberapa adegan dan dialog menghibur. Direktur Artistik Director’s Fortnight, Edouard Waintrop, mengatakan salah satu yang membuat Marlina lolos adalah unsur menghiburnya yang kuat.
Marlina merupakan film Indonesia keempat yang diputar di Cannes dalam 29 tahun terakhir. Film pertama yang lolos adalah Tjoet Nja’ Dhien (1988) karya Eros Djarot, yang memenangkan penghargaan Best Foreign Film. Karya Garin Nugroho Daun di Atas Bantal ditayangkan dalam program Uncertain Regard di Cannes tahun 1998.
Setelah itu, ada Serambi (2006) hadir dalam Uncertain Regard Cannes. Film dokumenter ini disutradari Garin Nugroho bersama Tonny Trimarsanto, Lianto Suseno, dan Viva Westi. Dan, tahun ini kembali Indonesia muncul dalam kancah persaingan lewat Marlina, Si Pembunuh dalam Empat Babak.[]
Sumber: Tempo
Discussion about this post