MEDIAACEH.CO, Myanmar – Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi akan membuka pembicaraan baru dengan beberapa kelompok etnis di negaranya, Rabu (24/5).
Pembicaraan dilakukan dalam rangka membangkitkan kembali proses perdamaian yang tersendat setelah serangkaian pertempuran parah dengan pemberontak mewarnai setahun pertama masa jabatan pemenang Nobel itu.
Konferensi dilakukan di tengah ketegangan antara kelompok etnis bersenjata, militer dan Suu Kyi. Sejauh ini, masih belum ada tanda-tanda kelompok baru manapun mengikuti kesepakatan gencatan senjata yang dinegosiasi oleh pemerintahan sebelumnya.
Suu Kyi telah menyatakan perdamaian antara semua pihak yang bertikai adalah salah satu prioritas utamanya. Ia memandang hal tersebut sebagai kunci untuk membuka potensi negeri kaya sumber daya itu dan menjamin kebutuhan dasar untuk lebih dari 50 juta warganya.
Di antara isu-isu yang ada dalam agenda kali ini adalah kemungkinan negara-negara bagian di Myanmar untuk menyusun konstitusi dan status keagamaan masing-masing.
Beberapa saat sebelum konferensi, media setempat meporkan sejumlah kelompok yang belakangan bentrok dengan pasukan pemerintah telah memastikan akan hadir dalam negosiasi. Sebelumnya, kehadiran mereka masih menjadi tanda tanya.
“Kecil kemungkinan bagi kelompok baru manapun untuk menandatangani NCA, tapi mereka akan mendiskusikan serangkaian potensi poin-poin konsensus,” kata analis berbasis di Yangon sekaligus mantan diplomat Perserikatan Bangsa-Bangsa, Richard Horsey, kepada Reuters.
NCA adalah Kesepakatan Gencatan Senjata Nasional yang dinegosiasi oleh pemerintah quasi-sipil transisional setelah akhir masa pemerintahan Junta pada 2011.
“Fakta bahwa lebih banyak kelompok yang menghadiri negosiasi ini adalah perkembangan positif,” ujarnya.
Kelompok etnis bersenjata selama ini mengeluhkan pendekatan Suu Kyi yang bersifat dari atas ke bawah, secara unilateral memaksakan agenda, kerap mengesampingkan atau salah mengartikan keluhan mereka dan bersikap terlalu dekat dengan militer.
Ketika Suu Kyi mengambil alih proses perdamaian tahun lalu, dia membubarkan pusat perdamaian yang dibuat oleh pemerintahan sebelumnya untuk memimpin pembicaraan dengan pemberontak. Beberapa pengamat mengatakan langkah itu telah menghambat pembentukan kepercayaan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
“Mereka harus sering melakukan pertemuan informal. Dan para perantara perdamaian di antara kelompok-kelompok itu, saya pikir pemerintah harus mengakui mereka dan memperluas perannya,” kata Aung Thu Nyein, direktur pelatihan di Institute for Strategy and Policy, merujuk pada negosiator perdamaian informal.
Discussion about this post