KELAHIRAN organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908 telah dijadikan titik awal kebangkitan nasional di negeri ini. Maka setiap tanggal itu pula masyarakat Indonesia memperingati hari yang sering disingkat Harkitnas itu.
Namun, jika dipelajari lebih lanjut, pergerakan Budi Utomo waktu itu hanya sebatas di Jawa dan Madura. Lantas bagaimana dengan daerah lain. Aceh khususnya, apakah di Aceh sudah berbicara tentang kepentingan nasionalisme waktu itu?
Benar memang organisasi yang diprarkasai oleh Dr Wahidin Sidiro Husodo itu merupakan organisasi pertama di Indonesia yang mempunyai rasa nasionalisme, persatuan, dan kesadaran sebagai sebuah bangsa.
Pada awal berdiri, Budi Utomo bergerak pada bidang pendidikan dan keudayaan, baru beberapa tahun setelah mereka bergerak bidang politik dalam memperjuangkan nasib pribumi.
Sementara di Aceh, 1908 merupakan masa-masa sedang gentingnya perang Belanda di Aceh. Kesadaran nasional rakyat Aceh waktu itu adalah nasionalisme ke-Acehan, yaitu mempertahankan Kerajaan Aceh Darussalam dari serangan penjajah Belanda.
Ibrahim Alfian dalam buku Perang di Jalan Allah menyebut waktu itu rakyat Aceh masih bergelut dalam perang agama dan masih bertekat mengusir kafir Belanda dari negerinya, yakni Kerajaan Aceh Darussalam. Menurut Ibrahim Alfian perjuangan rakyat Aceh mengusir Belanda tetap berlangsung sampai tahun 1912.
Kendati dunia mengakui perang Belanda di Aceh berakhir setelah sultan terakhir Aceh Muhammad Daod Syah menyerah kepada Belanda tahun 1904. Tetapi fakta sejarah perjuangan rakyat Aceh tetap berlangsung sampai Jepang datang ke Aceh pada 1942.
Sejak sultan menyerah karena tipu muslihat Belanda, perjuangan gerilya rakyat Aceh telah dikomandoi oleh para ulama dan ulebalang daerah. Walaupun ketika itu sudah banyak juga para ulebalang yang sudah mengakui kedaulatan Belanda.
Memang disaat titik awal kebangktan nasional bangsa Indonesai tahun 1908 Kerajaan Aceh Darussalam tidak sepenuhnya lagi merdeka, karena pusat kerajaan di Kutaraja yang saat ini Banda Aceh sudah didukui oleh Belanda. Tetapi semangat rakyat Aceh memperhankan kedaulatannya masih tetap tinggi waktu itu.
Penulis adalah wartawan mediaaceh.co, dan juga alumni Jurusan Sejarah FKIP Unsyiah
Discussion about this post