JAKARTA, – Mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, memberikan keterangan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (19/5/2017).
Di awal persidangan, Siti sempat menceritakan pengalamannya saat bertugas pasca-bencana tsunami di Aceh pada 2004.
Menurut Siti, dia diangkat menjadi menteri pada Oktober 2004. Dua bulan setelah itu, yakni pada 26 Desember 2004, terjadi bencana tsunami di Aceh.
“Pertama kali saya shock berat. Tanggal 27 pagi saya sama Wapres sudah sampai. Saya shock karena melihat di perempatan jalan ada gunung mayat,” ujar Siti.
Menurut Siti, saat itu ia berupaya keras untuk memenuhi kebutuhan korban selamat.
Namun, upayanya terkendala karena dampak bencana yang merusak fasilitas kesehatan di Aceh.
“Lebih shock lagi karena rumah sakit hilang semua, dokter sama perawat hilang semua. Yang ada pasien teriak minta diberi obat dan makanan,” kata Siti.
Menurut Siti, kesulitan semakin menjadi karena listrik di Aceh padam. Transportasi antar-daerah terputus karena jalanan rusak.
Padahal, menurut Siti, saat itu para korban selamat harus segera dievakuasi ke Medan, Sumatera Utara.
Untuk itu, Kemenkes menggunakan bantuan helikopter dari Malaysia dan Singapura untuk membawa pasien.
“Tanggung jawab Kemenkes, korban pasca bencana itu tidak boleh mati, dan saya berhasil sampai di bawah 2 persen. Jadi sangat kecil yang mati setelah bencana, itu keberhasilan gawat darurat kesehatan,” kata Siti.
Siti didakwa melakukan dua tindak pidana korupsi.
Pertama, ia diduga menyalahgunakan wewenangnya saat menjadi Menkes.
Siti Fadilah diduga telah menyalahgunakan wewenang dengan menunjuk langsung PT Indofarma sebagai rekanan Departemen Kesehatan
Kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp 6,1 miliar. Selain itu, Siti Fadilah Supari juga didakwa menerima suap sebesar Rp 1.875.000.000.| sumber: kompas
Discussion about this post