MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Pameran batu nisa Aceh bertemakan ''Mengenal Batu Nisan Aceh – Sebagai Warisan Budaya Islam di Asia Tenggara”, di Museum Aceh, telah usai. Pameran ini berlangsung 9-16 Mei 2017.
Pameran ini berlangsung di ruang pameran kontemporer dan di halaman museum. Di dalam ruangan berisi foto, batu nisan, dan penjelasannya.
Di halaman Museum, ada batu nisan yang diatur seperti mini kompleks makam sebagai bahan pameran. Batu-batu nisan tersebut adalah yang diselamatkan oleh Mapesa dan Dr Husaini Ibrahim, dibawa ke Museum untuk pameran.
Bagian pameran juga komplek makam salah satu dinasti Sultan Aceh Darussalam, di halaman gedung museum. Dan bagian pameran komplek makam Sultan Ibrahim Mansur Syah, di Baperis (kompleks Makam Sultan Iskandar Muda) juga menjadi bagian dari pameran ini.
“Pameran enam hari ini dilaksanakan oleh Museum Negeri Aceh bersama Mapesa (Masyarakat Peduli Sejarah Aceh) dan BPCB. Batu nisan yang dipamerkan nantinya adalah warisan Kesultanan Lamuri, Samudra Pasai, dan Aceh Darussalam,” kata Almuniza, di Banda Aceh.
Selain pameran, setelah dibuka, diadakan seminar tentang batu nisan Aceh dengan pemateri Dr Husaini Ibrahim, Deddy Sastria, dan seorang arkeolog dari Sumatra Utara.
Mapesa mengirim 3 pemandu untuk pameran selama enam hari ini. Salah seorang pemandu tersebut, Afrizal Hidayat, menjelaskan tentang batu nisan yang di halaman Museum Aceh kepada seluruh hadirin.
Sebelumnya, Gubernur Aceh Zaini Abdullah menyatakan segera mengeluarkan peraturan gubernur (Pergub) tentang Batu Nisan Aceh, dan mendaftarkan benda warisan dunia Islam dari peradaban Aceh tersebut di UNESCO sebagai benda warisan budaya dunia.
Seusai pameran ditutup,
Pengurus Museum Aceh, Almuniza Kamal, mengatakan, antusias masyarakat sangat tinggi.
“Bahkan ke depan ada bebrapa lembaga pendidikan akan mengajak kerjasama dengan Museum Aceh dan Mapesa untuk menyelenggarakan pameran bersama dengan tema-tema menyangkut sejarah dan budaya Aceh,” kata Almuniza Kamal, di Banda Aceh, Selasa, 16 Mai 2017.
Almuniza mengatakan, tahun 2018, Museum Aceh akan mencoba menggelar pameran bertema serupa keliling ke kabupaten/kota di seluruh Aceh.
“Pameran pertama batu nisan Aceh adalah langkah awal Museum Aceh berkolaborasi dengan lembaga non pemerintah dan ke depan akan terus menjalankan kerjasama ini. Bagaimanapun tanpa dukungan dan partisipasi publik Museum Aceh tidak ada apa-apanya,” kata Almuniza.
Atas nama Museum Aceh, Almuniza mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada teman-teman Mapesa, Tqk Taqiyuddin Muhammad, dr Husaini Ibrahim, Deddy Satria, dan seluruh teman-teman panitia yang telah bekerja keras sehingga tercapainya cita-cita bersama menyelenggarakan pameran batu nisan pertama di Aceh.
“Saudara Thayeb Loh Angen yang terutama terima kasih telah mengeratkan menjadi penyambung antara Museum Aceh dan lembaga non pemerintah,” kata Almuniza Kamal.
Sementara, Ketua Mapesa, Mizuar Mahdi, mengatakan, pada hari terakhir pameran tersebut, sekira sepuluh orang anggota Mapesa kesulitan memandu pengunjung yang datang penuh sesak.
“Begitu besarnya penasaran pengunjung tentang pengetahuan yang disajikan dari tiap informasi pada nisan yang dipamerkan,” kata Mizuar Mahdi.
Sementara salah seorang pencetus pameran tersebut, aktivis di PuKAT (Pusat Kebudayaan Aceh Turki) Thayeb Loh Angen, mengatakan, dirinya bangga Museum Aceh dan Mapesa berhasil bekerjasama menyukseskan pameran batu nisan Aceh yang pertama di dunia.
“Ini adalah kali kedua saya menyaksikan kerjasama yang baik antara aktivis kebudayaan dan instansi pemerintah. Museum Aceh dan Mapesa hebat. Sebelum ini, kerjasama yang baik antara instansi pemerintah dengan seniman, saya saksikan di Piasan Seni pertama tahun 2012, yang saya juga salah seorang pencetusnya,” kata Thayeb Loh Angen yang merupakan aktivis kebudayaan yang pada 2010 bersama rekan-rekan di LBS mengajukan tari Saman didaftarkan di UNESCO.
Sebagaimana diketahui, gubernur Aceh menyatakan mengeluarkan Pergub Batu Nisan Aceh dalam waktu dekat, dan memproses pendaftaran batu nisan Aceh di UNESCO.[]
Discussion about this post