MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Pembangunan Masjid Raya Baiturrahman telah rampung. Peresmian secara seremonial telah dilakukan pada Sabtu pagi 13 Mei 2017. Tidak tanggung-tangung, peresmian tersebut dilakukan langsung oleh Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla.
Jusuf Kalla datang bersama istri Mufidah Jusuf Kalla. Selaku ketua Dewan Mesjid Indonesia, JK dipercayakan sebagai pemukul bedu pertanda resminya beroperasi landscape pembangunan Masjid Raya Baiturrahman. Ketika itu, JK juga didampingi oleh Gubernur Aceh, Zaini Abdullah.
Kini Masjid Raya telah berwajah baru, melihat Masjid Raya membuat orang membayangkan Masjid Nabawi di Madinah. Hal ini tidak terlepas dari perencanaan renovasi mengikuti gaya Masjid Nabawi, dimana di sekitar masjid dipasang 12 payung elektrik dan pekarangan yang sebelumnya taman yang ditumbuhi padang rumput telah ditutupi oleh marmer indah.
Masjid Nabawi adalah masjid yang memiliki sejarah yang sangat penting dalam perkembangan agama Islam. Terletak di kota Madinah, Arab Saudi, masjid ini didirikan oleh Nabi Muhammad SAW setelah hijrahnya dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 M. Masjid Nabawi menjadi pusat kegiatan keagamaan dan pemerintahan pada masa Nabi Muhammad SAW.
Salah satu ciri khas Masjid Nabawi adalah keberadaan Raudah, area di antara mimbar dan makam Nabi Muhammad SAW yang dianggap sebagai salah satu tempat paling suci di masjid. Selain itu, Kubah Hijau yang menandai makam Nabi juga menjadi ikon yang sangat dikenal. Di dalam masjid, umat Islam dari seluruh dunia datang untuk beribadah dan mengunjungi makam Nabi Muhammad SAW serta dua sahabatnya, Abu Bakar As-Siddiq dan Umar bin Khattab.
Masjid Nabawi terus mengalami perluasan sejak zaman Nabi hingga era modern, dengan kapasitas yang mampu menampung jutaan jamaah. Sebagai masjid terbesar kedua di dunia setelah Masjidil Haram, Masjid Nabawi memiliki peran penting dalam kehidupan spiritual umat Islam, terutama saat musim haji dan umrah.
“Serambi Mekah dengan gaya Madinah,” kata Jusuf Kalla, saat memberikan sambutannya sebelum melakukan pemukulan bedu peresmian.
Kendati telah melakukan beberapa renovasi besar, tapi keindahan arsitektur awal tetap dipertahankan, seperti keberadaan kolam di tengah halaman masjid yang tetap dipertahankan. Selain itu, pohon kohler yang berada di samping kiri masjid yang sebelumnya telah ditebang karena pembangunan, kabarnya juga akan ditanam kembali.
Sejak dilakukan pembangunan hingga hari ini, tercatat sudah dua kali dilakukan peresmian Masjid Raya pasca pembangunan, pertama dilakukan oleh Gubernur Aceh Zaini Abdullah, peresmian yang terkesan terburu-butu itu dilakukan dua hari sebelum hari Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yaitu pada Senin malam 13 Februari 2017.
Zaini yang ketika itu juga mencalonkan diri sebagai calon gubernur Aceh mengatakan peresmian tersebut merupakan lounching awal. Sedangkan peresmian kedua adalah yang dilakukan kemarin oleh Jusuf Kalla.
Renovasi besar-besaran ini telah dimulai sejak tahun 2015 yang dikerjakan oleh oleh PT Waskita Karya. Renovasi itu menghabiskan dana tak kurang dari Rp 458 miliar lebih. Itu baru sebagian saja, renovasi direncanakan dilakukan berkelanjutan dengan anggaran yang telah diplot mencapai 1,1 triliun.
Jusuf Kalla berharap masyarakat Aceh dapat mempergunakan Masjid Raya bukan sekedar tempat beribadah, tetapi jadi tempat serbaguna untuk kepentingan umat Islam.
“Dengan wajah baru ini semoga masyarakat Aceh lebih nyaman dalam beribadah. Jadikan masjid sebagai fungsi serba guna sentral untuk masyarakat,” katanya.
Dilansir dari berbagai sumber, jika ditelusuri lebih jauh, sejak dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda tahun 1612 M, Mesjid Raya telah beberapa kali dilakukan renovasi. Sejak itu pula, keberadaan Masjid Raya dianggap sangat berharga bagi masyarakat Aceh, bahkan Masjid Raya dijadikan pusat pendidikan rakyat Aceh.
Namun kemegahaan Masjid Raya mulai terusik ketika mulainya perang Belanda di Aceh. Sejak diproklamirkan perang pada 26 Maret 1873, Masjid Raya telah menjadi medan pertahanan rakyat Aceh dari serangan ribuan serdadu Belanda. Pasukan Aceh berhasil mempertahankan masjid raya pada serangan Belanda pertama, dimana dalam serangan itu seorang panglima perang Belanda JH Kohler tewas tertembak peluru pejuang Aceh di bawah pohon Gelumpang di depan masjid raya.
Kesempatan masyarakat Aceh mempertahankan masjid raya tidak berlangsung lama, satu bulan setelahnya tepatnya 10 April 1873 M, Belanda melakukan serangan kedua di bawah pimpinan Jenderal van Swieten.
Serdadu Belanda dibawah pimpinan Jenderal Van Swieten tersebut berhasil memukul mundur pejuang Aceh dan meduduki Keraton Kerajaan dan masjid raya. Tidak hanya sampai disitu, dengan kejinya mereka juga melakukan pembakaran habis bangunan masjid kebanggaan orang Aceh itu.
Sejak pembakaran itu, Jendral van Swieten dengan gagahnya mengumkan kepada pimpinannya di Hindia Belanda bahwa dia telah berhasil menaklukkan Aceh. Padahal itu tindakan keliru, karena pendudukan dan pembakaran itu sebenarnya adalah awal dimulainya perang terlama dan termahal Belanda di Nusantara.
Peristiwa pembakaran itu juga membuat kemarahan masyarakat Aceh semakin mejadi-jadi kepada Belanda. Walau telah dipukul mundur dari pusat kerajaan, pasukan Aceh semakin gencar melakukan perlawan dengan cara bergerilya. Dengan semangat fisabilillah atau perang di jalan Allah, perang itu telah menjadi perang wajib bagi seluruh rakyat Aceh. Belanda dianggap kafir yang harus diusir dari bumi Aceh.
Merasa semakin tertekan, Belanda kemudian mencoba mengambil hati rakyat Aceh dengan berjanji membangun kembali masjid raya pada tahun 1877. Pembangunan itu benar dilakukan pada masa Jenderal Mayor Jenderal Karel Van Der Heijden menjabat gubernur militer Aceh tahun 1879 M dan selesai dibangun pada 1882 M yang ketika itu hanya memiliki satu kubah.
Sejak itu masjid raya terus dilakukan renovasi, seperti pada tahun 1936 M dlilakukan pembangunan perluasan bagian kanan dan kiri mesjid dengan tambahan dua kubah.
Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, tanggung jawab pembangunan masjid raya juga beralih ketangan Pemerintah Indonesia. Renovasi masjid raya kembali dilakukan pada masa pemerintahan Gubernur Ali Hasyimy. Pembangunan yang memakan waktu dari tahun 1958 hingga 1968 dan kembali dilanjutkan pada tahun 1975 itu telah menjadikan Masjid Raya Baiturrahman memiliki lima kubah dan dua menara.
Di bawah kepemimpinan Gubernur Dr. Ibrahim Hasan, renovasi terhadap masjid raya kembali dilakukan. Renovasi yang dilakukan pada tahun 1991-1993 itu meliputi renovasi di dalam masjid dan halaman.
Renovasi di dalam meliputi bagian lantai masjid, tempat salat, perpustakaan, ruang tamu, ruang perkantoran, aula dan tempat wudu. Sedangkan perluasan halaman meliputi, taman, tempat parkir, dua menara dan satu menara utama. Sejak itu, Masjid Raya Baiturrahman telah meliki tujuh kubah, empat menara dan satu menara induk.
Semenjak masa kerajaan hingga kini, keberadaan masjid raya telah menjadi kebanggaan setiap masyarakat Aceh. Bahkan bagi masyarakat luar telah menjadikan masjid raya sebagai tujuan wisata yang wajib dikunjingi jika melancong ke Aceh.
Maka tidak heran, rencana pembangunan lanjutan Mesjid Raya menyerupai masjid Nabawi yang dilakukan oleh pemerintahan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf mendapat sambutan positif dari masyarakat Aceh. Selesainya pembangunan Mesjid Raya juga menjadi kado indah untuk masyaraat Aceh di akhir masa jabatan pasangan Zaini-Muzakir.
Selaku satu-satunya daerah yang menerapkan syariat Islam di Indonesia, semakin mengahnya pembangunan Masjid Raya diharapkan dapat menambah nilai-nilai keislaman dalam masyarakat Aceh serta menjadi pemicu dalam segala kemajuan kehidupan masyarakat Aceh.
“Rakyat Aceh memang selalu bersama masjid maka perbaikan kemajuan dari pada masjid ini tentu untuk kebahagiaan bagi kita semua,” harap JK sebelum menutupi sambutanya.
Discussion about this post