MEDIAACEH.CO, Aceh Timur – Saribanun (75) dan Mawardi (58), dua janda miskin ini tinggal di Desa Alue Ie Mirah, Kecamatan Indra Makmur, Aceh Timur, Minggu 7 Mei 2017.
Keduanya hidup berdampingan, seakan tidak ada masalah apapun yang mereka tanggung, keduanya terlihat saling tertawa dan saling berbagi dalam kehidupan, namun siapa sangka, di balik senyuman dan canda ria, dua janda miskin ini tersimpan penderitaan yang cukup berakar lamanya.
Mereka tinggal di daerah perusahaan besar, seperti PT Medco E&P Malaka dan puluhan PT Subconya, PTPN I dan PTPN III, serta PT Tualang Raya yang berkedudukan di Kecamatan Indra Makmur.
Ironisnya, kehidupan dua janda miskin yang sudah jompo ini masih menumpang hidup di atas tanah tempat pemakaman unum (TPU) Desa Alue Ie Mirah.
Mereka tinggal hanya berkisar lebih kurang seratus meter dari pusat keramaian pasar Alue Ie Mirah, yang juga menjadi pusat kota kecamatan Indra Makmur.
Kedua janda miskin itu menumpang hidup di atas tanah sisa tanah kuburan dengan bernaung hidup di rumah yang berdampingan keduanya.
Walapun demikian, kedua janda ini tetap bertahan hidup di rumah masing-masing, walaupun dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.
Setiap hujan turun, kedua janda tersebut sibuk menampung air hujan yang masuk ke dalam rumah, karena atap rumah yang bocor.
Dinding rumahnya terbuat dari sisa belahan papan yang sudah lapuk. Setiap malam, anging berhembus yang dirasakan janda ini.
Saribanun adalah seorang janda yang hidup di ruangan bilik balai tua bersama anaknya Sulaiman (20).
Faktor kemiskinan, Sulaiman tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Ia bekerja bekerja sebagai tukang manjat kelapa.
Sulaiman juga mengalamai gangguan pada pendengarannya. Setiap kali diajak berbicara, ia kadangkala salah saut, bahkan untuk berlaku ramah dengan orang lain Saribanun hanya menebar senyum serta sesekali mengangguk kepada orang yang menegurnya.
Lain halnya dengan Marwadi, yang kerap disapa Kak War. ia tinggal bersebelahan dengan balai tua yang lapuk yang dihuni oleh Saribanun. Kak War bekerja sebagai penjual gorengan di kaki lima dengan pengasilan yang sedikit.
Janda ini juga harus menangung beban beberapa anaknya yang masih di bangku sekolah.
Walaupun demikian, demi menghidupkan keluarganya, Mawardi tetap bertahan hidup. Ketika ada warga di Desanya yang syukuran dan resepsi pernikahan, Mawardi datang lebih cepat ke tempat tersebut untuk membantu pemilik rumah dalam menyiapkan makanan kepada para tamu.
Usai acara selesai, biasanya warga memberikan makanan alakadar untuk dibawa pulang makan bersama keluarganya.
“Tidak ada manusia yang mau hidup susah, namun itulah nasib kami apapun yang terjadi tuhan sudah ditakdirnya meski hidup hanya menopang hidup dari pemberiaan orang, tapi kami ikhlas apa yang menimpa kami,” keluh Mawardi.
Mereka sudah tinggal belasan tahun di tanah kuburan dengan menopang hidup dari pemberian orang yang mengasihaninya. Mereka juga tidak meminta-minta, namun, orang yang rela membantu mereka untuk bertahan hidup hanya bisa dihitung dengan jari.
Mereka brharap kepada pemerintah agar memberikan kehidupan yang layak seperti orang lain.
Discussion about this post