MEDIAACEH.CO, Jakarta – Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengungkapkan, reformasi produk hukum yang disusun pasca-orde baru runtuh sangat lemah. Akibatnya, penegak hukum kerepotan dalam menghadapi iklim kebebasan yang sekarang terjadi.
“Aparat yang ingin menegakkan hukum secara pas merasa agak kerepotan menghadapi kebebasan terkadang berlebihan,” kata Wiranto dalam Seminar Pemikiran Hardatus Syaikh KHM Hasyim Asyari, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu 6 Mei 2017.
Kondisi itu terlihat saat bom Thamrin pada Januari 2016 lalu. Wiranto sempat menanyakan apakah aparat kepolisian kecolongan karena pelaku berhasil meledakkan bom. Polisi berdalih telah mengetahui rencana pelaku, namun tak bisa melakukan pencegahan. Alasannya karena UU Terorisme mengatur bahwa polisi tidak dapat menangkap seorang terduga teroris tanpa ada bukti.
“Saat bom Thamrin meletus dassh. Anda kecolongan, mereka katakan tidak. Kami sudah tahu tapi pada saat rencana itu kami tidak bisa langsung menangkap. UU terorisme tidak mengizinkan itu dan tidak bisa. Belum ada bukti, bukti adalah aksi,” terangnya.
Hal tersebut, kata dia, berbeda saat dirinya menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan-Panglima Abri. Saat masih menjabat Menhankam, aparat berhak menangkap pelaku teror meski bukti belum dikantongi. Pihaknya akan melepaskan terduga pelaku apabila tidak terbukti melakukan teror.
“Dulu 5 orang ngumpul enggak jelas ngomongnya, tangkap dulu. Kalau enggak salah lepaskan, kalau terbukti dilanjutkan. Enggak ada praperadilan,” pungkas Wiranto.[] Sumber: Merdeka.com
Discussion about this post