Beziers—Seorang wali kota di Prancis didenda 2.000 Euro atau sekitar Rp 28 juta atas tuduhan menyebarkan kebencian, karena menyebut terlalu banyak siswa Muslim di sekolah-sekolah kotanya.
Seperti dilansir BBC, Rabu 26 April 2017, Robert Menard, Wali Kota Beziers pada 1 Septemebr 2016 bertepatan dengan hari pertama sekolah, berkicau bahwa dirinya menyaksikan “perubahan besar-besaran.”
Istilah itu biasa digunakan untuk menggambarkan dugaan penggusuran populasi Kristen kulit putih Prancis oleh para pendatang asing.
Menard yang independen dikenal sebagai pendukung Partai Front Nasional yang anti-imigran.
Pada 5 September, Menard kembali menegaskan ucapannya. “Di sebuah kelas di pusat kota saya, sebanyak 91 persen muridnya adalah Muslim. Jelas, ini adalah masalah. Ada batasan untuk toleransi,” ujar Menard kepada stasiun televisi LCI.
Akibat pernyataannya, Menard menghadapi masalah hukum. Aturan di Prancis melarang pengungkapan data yang berdasarkan kepercayaan agama atau etnik orang-orang.
Namun Menard berkilah, “Saya sekadar menggambarkan situasi di kota yang saya pimpin. Ini bukan sebuah penilaian, ini adalah fakta. Itulah hal yang bisa saya lihat.”
Sebuah kelompok antirasis Prancis mengadukan masalah ini ke pengadilan.
Selain denda, pengadilan Paris juga menghibahkan biaya sidang sebesar 1.000 euro atau Rp 14 juta bagi kelompok antirasis yang membawa kasus ini ke pengadilan.
Denda yang dijatuhkan kepada Menard jauh lebih tinggi dari yang dituntut oleh jaksa penuntut umum yaitu senilai 1.800 euro atau sekitar Rp 26 juta.
Hakim menekankan bahwa Menard telah 'mengarahkan telunjuknya pada anak-anak, yang ia gambarkan sebagai suatu beban bagi masyarakat Prancis.”
Menard mengatakan naik banding atas putusan tersebut.| sumber: tempo
Discussion about this post