MEDIAACEH.CO, Jakarta – Jurnalis investigasi asal Amerika Serikat Allan Nairn membayangkan Prabowo Subianto akan sangat berbahaya bagi para aktivis hak asasi manusia; wartawan; buruh; orang-orang miskin yang mencoba menolak pelanggaran yang dilakukan aparat, polisi, dan preman, jika menjadi Presiden RI. Allan Nairn menyampaikan hal itu saat wawancara dengan Tempo seperti dikutip Majalah Tempo edisi 7 Juli 2014.
Allan Nairn menilai Prabowo tidak berubah sejak 2001 hingga 2014. “Tidak ada bukti ia berubah. Ia berbohong tentang perannya dalam pembunuhan massal. Ia tidak mendukung ide bahwa siapa pun yang membunuh harus dibawa ke pengadilan,” tuturnya.
Ia mengaku tidak terkejut Prabowo yang ketika itu maju sebagai calon presiden 2014 mendapatkan banyak dukungan. “Saya tidak terkejut. Di banyak negara, termasuk di Amerika Serikat, uang bisa membeli banyak hal. Aburizal Bakrie mendukung Prabowo. Uang dan stasiun televisinya sangat berarti bagi Prabowo,” ujarnya.
Menurut Allan Nairn, Prabowo adalah anak buah Amerika Serikat. “Ia pernah bilang ke saya, “I was the American fair-haired boy”, anak kesayangan Amerika. Prabowo menceritakan tentang hubungannya dengan tentara, pemerintah, intel, dan perusahaan-perusahaan besar Amerika,” Nairn menjelaskan.
Lebih lanjut, Allan Nairn mengungkapkan bahwa Prabowo kerap berhubungan dengan Defense Intelligence Agency (DIA) milik Amerika Serikat. “Dia bilang masih melapor ke DIA kira-kira satu kali seminggu,” kata Nairn.
Kedekatan Prabowo dengan militer Amerika berawal dari Joined Combined Exchange Training(JCET) antara pasukan khusus Amerika Serikat dan pasukan khusus Indonesia. “Prabowo telah membantu JCET masuk ke Indonesia. Pentagon menyebut Prabowo menerima bayaran cukup besar dengan tindakan itu,” ujarnya.
Menurut Allan Nairn, kedekatan Prabowo dengan Amerika merupakan hal buruk. Ia kembali mengingatkan, akan berbahaya jika Prabowo menjadi presiden. “Ia akan menjadi presiden yang berbahaya bagi Indonesia. Karier Prabowo menunjukkan itu. Juga dukungan saudara-saudaranya, yang merupakan mitra investasi Amerika yang eksploitatif,” ia menambahkan.
A llan Nairnmengungkapkan salah satu alasannya melanggar kode etik jurnalistik dengan membuka wawancara off the record dengan Prabowo karena dilatarbelakangi kecemasannya tersebut. “Saya harus mempublikasikannya karena Prabowo mungkin akan menjadi presiden. Saya cemas karena Prabowo adalah pelanggar hak asasi manusia terburuk dalam sejarah kontemporer Indonesia,” ujarnya.
Sebelum mempublikasikan wawancara itu, Allan Nairn mengaku sempat menghubungi Prabowo sekitar seminggu sebelum wawancara itu di-posting di blog-nya. Dia juga mencoba menelpon, tetapi tidak direspons. “Prabowo juga tidak membalas email saya. Pada akhirnya saya membuat keputusan sendiri,” kata dia.[]
Sumber: Tempo
Discussion about this post