MEDIAACEH.CO, Subulussalam – Usaha warung tuak tumbuh kian menjamur di beberapa kecamatan di Kota Subulussalam. Dari sore hingga menjelang pagi, warung-warung tuak ini terus beroperasi dibarengi hentakan musik yang menggema. Pengunjungnya beragam, mulai orang tua hingga remaja.
Tuak yang diperjual belikan di warung-warung tradisional di sini adalah tuak yang diolah dari air tandan kelapa atau dari tandan pohon nira. Air tersebut kemudian diolah dengan zat-zat nabati lainnya atau bahasa lokalnya disebut “raru” dengan proses fermentasi. Alhasil, air yang semula manis dan tidak memabukkan, kini menjadi asam bercampur kelat, dan tentu saja memabukkan.
Kenyataan tersebut dinilai cukup bertolak belakang dengan semangat penegakan syariat Islam di Bumi Syek Hamzah Fansuri ini. Terlebih dengan rutinnya digelar razia penegakan syariah Islam oleh Satpol PP dan WH.
Lantas, apa sebab usaha warung tuak itu bebas dan leluasa beraktifitas?
Salah seorang pemilik warung tuak yang ditemui mediaaceh.co di Kecamatan Penanggalan mengatakan, usaha warung tuak miliknya dapat terus beroperasi dengan aman lantaran uang keamanan yang disetorkannya kepada oknum-oknum tertentu di kawasan tersebut.
Dengan memberi setoran setiap bulan kepada oknum tersebut, maka oknum tersebut nanti akan memberitahukan jika ada razia gabungan Sat Pol PP dan WH.
“Saya kalau gak ada deking (Beking) mana pulalah saya berani jualan tuak. Deking saya pun dapat setoran dari saya. Jadi kalau ada razia, deking saya itulah yang membocorkannya. Dan kalau ada informasi razia maka kami tutup dan tidak berjualan,” ujar sumber mediaaceh.co tersebut.
Dia juga mengungkapkan bahwa yang terjaring razia selama ini adalah pedagang yang tidak memiliki beking.
Ketika ditanya mengapa nekad berjualan tuak sedangkan itu dilarang agama, pemilik warung tuak ini mengaku butuh uang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
“Saya tahu itu dilarang oleh agama. Tapi mau bagaimana lagi, mau buat usaha lain pun saya gak punya modal. Jualan tuak inilah saya rasa bisa memenuhi kebutuhan ekonomi saya. Cukup dengan modal sedikit, untungnya pun juga lumayan,” katanya.
Sementara itu, Humas Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) Kota Subulussalam, Nasnal Marbun, S.HI ketika dimintai tanggapannya terkait maraknya warung tuak di kawasan itu mengatakan, dirinya cukup prihatin dengan kenyataan tersebut.
“Padahal saya tau kalau aparat hukum sering melakukan razia. Tapi kenapa ya warung tuak tersebut masih saja beroperasi. Salahnya di mana ya?,” tanya Nasnal.
Lebih lanjut, menurut Nasnal, jika warung tuak ini tidak diberantas maka akan berdampak buruk terhadap kesehatan jasmani dan rohani masyarakat di kawasan itu. Termasuk akan maraknya kriminalitas, kenakalan remaja, gangguan kamtibmas dan ketahanan sosial.
Nasnal Marbun
Nasnal juga menyayangkan miniminya perhatian pemerintah dalam memberantas perdagangan tuak di kawasan tersebut.
“Padahal sebetulnya tuak ini diperdagangkan sudah sejak lama. Maka menjadi penting kiranya kepada seluruh aparatur pemerintahan Kota Subulussalam dan tokoh-tokoh masyarakat sedini mungkin menyikapi persoalan ini, sehingga tidak berbuntut panjang, dalam artian akan terjadinya kerugian yang cukup besar bagi kita sebagai ummat Islam, sebab hal ini bisa merusak para pemuda kita baik dari sisi jasmani maupun rohaninya, bahkan akan berakibat fatal terhadap masyarakat, karena candu terhadap meminum minuman yang ber alkohol akan meningkatkan kriminalitas di tengah masyarakat kita, sehingga kita akan kehilangan jati diri kita sebagai sebuah kota berlandaskan Syari’at Islam,” papar Nasnal. []
Discussion about this post