MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Komisi Independen Pemilihan (KIP) telah memutuskan pemenang Pilkada 2017 baik di tingkat gubernur ataupun bupati/wali kota. Keputusan tersebut jadi titik awal penerang Aceh untuk lima tahun yang akan datang.
Ajang Pemilihan gubernur yang juga menjaring 20 bupati dan wali kota seluruh Aceh itu menjadi harapan baru bagi masyarakat. Bahkan Polda Aceh menetapkan Pilkada 2017 ini berlangsung dengan aman dan kondusif, mulai sejak tahapan hingga pleno akhir hasil pemilihan.
Meski demikian, Pilkada Aceh yang terbilang sukses itu juga masih menyimpan berbagai persoalan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya pelanggaran yang ditemukan selama pelaksanaan Pilkada hingga berujung ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Halnya seperti 10 calon kepala daerah Aceh yang telah mengajukan gugatan hasil Pilkada ke MK, diantaranya satu calon gubernur Aceh dan sembilan calon bupati/wali kota di Aceh.
Gugatan itu didasari karena ketidakpuasan calon selama pelaksaan Pilkada berlangsung. Mereka menilai pesta demokrasi di Aceh masih jauh dari harapan. Banyak pelanggaran terjadi, seperti politik uang dan juga tidak netralnya penyelenggara dalam proses pemilihan. Beberapa diantara pengugat bahkan ada yang meminta Pilkada ulang.
Bagi mereka MK jadi harapan terakhir, karena lembaga hukum lain seperti Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan (DKPP) tidak dapat menyelesaikan tuntutan mereka.
Satu dari sepuluh calon kepala daerah yang menggugat hasil Pilkada ke MK adalah calon gubernur Aceh nomor urut 5, Muzakir Manaf-TA Khalid. Calon yang diprediksi memenangi Pilkada Aceh namun harus kalah dibawah pesaing ketatnya, Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah.
Dari enam calon yang bertarung dalam Pilkada Aceh, pasangan Muzakir Manaf-TA Khalid hanya memperoleh 766.427 suara, sementara pasangan Irwandi-Nova memperoleh 898.710 suara. Lebih dari 910 ribu warga Aceh yang memiliki hak pilih atau 37 persen dari total DPT tidak memilih pada Pilkada 2017 ini.
Pasangan Muzakir Manaf-TA Khalid menggugat hasil Pilkada Aceh ke MK. Mereka menilai Pilkada Aceh sarat dengan kecurangan yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif. Tim kuasa hukum pasangan itu memilih memperjuangkan keadilan melalui jalur formal dengan mengajukan gugatan ke MK.
“Kami menilai telah terjadi pelanggaran yang sangat luar biasa. Pelanggaran tersebut dirancang dengan sedemikian sistematis dan terencana serta melibatkan kekuatan politik pusat yang tidak mengingginkan kekuatan politik lokal berkuasa,” kata Kamaruddin salah satu kuasa hukum Muzakir Manaf-TA Khalid.
Jurus terakhir yang ditempuh Muzakir Manaf-TA Khalid kali ini adalah hal serupa yang pernah dirasakan Irwandi Yusuf saat berpasangan dengan Muhyan Yunan dalam Pilkada 2012 lalu. Ketika itu Irwandi Yusuf menggugat keputusan KIP Aceh mengenai hasil Pilkada yang memenangkan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf. Namun alhasil MK menolak gugatan Irwandi karena dinilai memiliki alasan dan tidak terbukti menurut hukum.
Sementara 9 calon bupati/wali kota lainnya yang menggugat hasil Pilkada ke MK adalah calon bupati Aceh Timur Ridwan Abubakar-Abdul Rani calon bupati Aceh Utara Fakhrurrazi H.Cut-Mukhtar Daud, calon bupati Pidie Sarjani Abdullah-M. Iriawan, calon bupati Aceh Singkil Safriadi-Sariman.
Selanjutnya calon bupati Nagan Raya Teuku Raja Keumangan-Said Junaidi, calon bupati Gayo Lues Abd. Rasad-H. Rajab Marwan, calon wali kota Langsa nomor Fazlun Hasan-Syahyuzar, calon bupati Aceh Barat Daya Said Syamsul Bahri-Nafis Amanaf dan calon bupati Bireuen M. Yusuf Abdul Wahab-dr. Purnama Setia Budi.
Kini harapan calon kepala daerah itu berada pada ketukan palu hakim MK. Lembaga hukum tertinggi itu punya waktu 45 hari kerja menyelesaikan sengketa hasil Pilkada sejak permohonan diterima. Setiap calon boleh berharap keputusan MK nanti berpihak kepadanya, tetapi harus diketahui tidak semua keputusan seperti yang diharapkan.
Discussion about this post