WARUNG kopi itu kecil. Semi permanen. Lantainya dari semen, sementara dindingnya dari papan. Angin menerpa wajah dari selah-selah papan.
Sementara dua pria duduk terdiam di pojok kiri. Ada dua gelas kopi hitam di depan mereka tinggal setengah. Padahal jam masih menunjukan pukul 07.15 WIB. Ada juga koran harian lokal di sana.
“Hana mangat sagai kupi. That kecewa tabaca koran uroe nyoe,” ujar pria kurus di sisi kanan.
Dia bernama Bang Din. Demikian sosok berkulit gelap itu dipanggil di desa kami. Padahal nama aslinya Syamsuddin. Pria itu bekerja sebagai petani tambak di kawasan Desa Labuy, Kecamatan Baitursalam, Kota Banda Aceh.
Perkataan Bang Din, ternyata didengar oleh Faisal, pemilik warung yang sedang menyaring kopi tak jauh dari tempat dua pria tadi duduk.
“Hai, nyan sang kon karena kupi. Tapi karena Bang Wandi dinyatakan menang bak koran,” ujar Faisal tiba-tiba. Ia seperti paham benar dengan sosok pelanggan setianya itu.
Ya, Bang Din memang dikenal sebagai salah seorang yang fanatik terhadap salah satu partai lokal di Aceh.
“Hana lee Partai Aceh. Katop buku beh,” jawab Bang Din lagi.
Sementara Ismail yang duduk di sisi Bang Din terlihat tertawa. Pria ini bekerja serabutan. Namun dalam hal politik, keduanya, dalam berbagai kesempatan, sering terlihat berbeda pandangan.
“Lon yakin, Bang Wandi han geubeeh kureng geuh,” kata Ismail.
“Kureng kiban maksud drokeuh?” balas Bang Din lagi. Dia kembali menyeruput kopi hitam di depannya.
“Bang Wandi nyan GAM ciet. Jadi Bang Wandi han mungken tuho dengan ideologi perjuangan geuh,” jawab Ismail lagi.
Bang Din terdiam. Sementara Faisal tersenyum dari tempatnya berdiri. Pengunjung saat itu masih sepi.
“Masalah jih, na awak PDI di sampeng Bang Wandi. PDI nyan hana senang keu perjuangan Aceh,” kata Bang Din.
“Selama na PDI di sampeng Bang Wandi, lon yakin cita-cita perjuangan hana akan selesai. Nyan di Jakarta ka kalon, selama dimat lee PDI, cukop kacau ka,” ujar Bang Din lagi.
Kini giliran Ismail yang terdiam. Dia sepertinya sedang memutar otak untuk melawan pernyataan Bang Din.
“Han, PDI-PDI teupeupoe ukeu. Neukalon keuh,” jawab Ismail singkat. Ia kemudian menarik sebatang rokok dan dinyalankannya.
“Bang Wandi han akan geuboh kureng geuh,” katanya lagi kemudian. Sementara Bang Din tampak masih frustasi.
“Homlah,” kata Bang Din kemudian. Ketiganya terdiam. Minggu pagi terasa cerah di Labuy. Pembahasan warung kopi masih hangat soal pilkada Aceh. Pembahasan masih berlanjut hingga penulis meninggalkan warung tersebut. []
Discussion about this post