MEDIAACEH.CO, Lhokseumawe – Sejumlah petani bawang merah di Aceh mengeluh terhadap kebijakan import bawang merah menjelang puasa Ramadhan serta Hari Raya Idul Fitri 1437 H. Kebijakan tersebut sama halnya Pemerintah Indonesia menghalangi petani bawang merah berkembang dan hidup sejahtera.
"Buktinya saat petani sedang panen bawang merah, pemerintah membuka kran impor. Kalu pemerintah ingin petani bawang merah berkembang dan hidup sejahtera, pasti tidak membuka kran impor tersebut," kata Halim, seorang petani bawang merah di Lhokseumawe, Selasa 31 mei 2016.
Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian telah membuka kran imprt bawang merah sebanyak 2.500 ton dengan alasan untuk menstabilkan harga bawang merah di tingkat pasar. Padahal dalam waktu bersamaan sejumlah petani tidak hanya di Jawa, tapi di beberapa daerah di Indonesia termasuk Aceh, sedang panen.
Anehnya lagi, ketika panen bawang merah, harga pasar anjlok dan Bulog yang diharapkan mampu membeli produksi bawang merah petani malah tidak bersedia menampungnya. Pemerintah justru menerapkan kebijakan impor.
"Kebijakan yang mencekik leher petani, dan tidak masuk akal. Kapan petani bisa hidup sejahtera, kalau pemerintah saja tidak konsisten menekan impor bawang merah dan lebih memilih bawang merah impor. Sebaiknya seluruh petani bawang merah berhenti saja budidaya, biar rakyat dijejali barang-barang impor," ucapnya kesal.
Sementara ahli andalan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kota Lhokseumawe H Abdul Jalil mengatakan, pihaknya telah melakukan diskusi dengan pihak Bulog Lhokseumawe, dan mendapat jawaban perusahaan pemerintah itu saat ini tidak membeli bawang merah milik petani lokal.
"Pernah kita lakukan pertemuan, tapi mereka di daerah hingga saat ini belum dibebankan untuk membeli hasil panen bawang merah petani, baik di Aceh Utara, Lhokseumawe maupun kabupaten tetangga lain," ungkap Jalil.
Kondisi ini, katanya, menyebabkan petani bawang merah tetap di posisi megap-megap setiap kali panen. "Bagaimana tidak , seharusnya saat panen petani bisa menikmati hasil, justru yang ada hanya rugi, karena harga di bawah perkiraan awal," sambungnya.
Pantauan MedanBisnis di sejumlah pasar tradisional di Lhokseumawe, bawang merah impor cukup banyak beredar, harga jualnya berkisar Rp 16.000 sampai Rp 18.000/kg.
Sedangkan bawang lokal berada di kisaran harga Rp 32.000 sampai Rp 36.000/kg.
"Bawang impor, atau kalau pedagang Lhokseumawe menyebutnya bawang peking, sekarang memenuhi Pusat Pasar Lhokseumawe. Sedangkan bawang lokal juga banyak, namun harganya jauh berbeda, sehingga wajar bawang lokal tetap saja menumpuk," ujar Jalil.[] (Medanbisnis)
Discussion about this post