MEDIAACEH.CO – Dalam sebuah pertunjukan, biasanya panitia menyediakan ruangan khusus bagi para penampil untuk bersiap-siap sebelum naik panggung ataupun menyegarkan diri setelah turun panggung. Ruangan ini biasa disebut 'green room', istilah yang masih digunakan dalam pertunjukan teater ataupun musik sampai sekarang. Sineas Amerika Serikat, Jeremy Saulnier kemudian menggunakan green room sebagai pusat cerita dari film thriller terbarunya, yang juga bertajuk sederhana, Green Room.
Sebuah band beraliran punk, The Ain't Rights kecewa setelah tampil di panggung yang penontonnya kurang antusias di kawasan pantai Barat Laut Amerika. Mereka kemudian menerima sebuah tawaran tampil di sebuah klub yang terpencil, namun dijamin ramai penonton. Hanya saja, klub ini adalah tempat berkumpulnya kaum neo-Nazi, kelompok fasis radikal yang menjunjung kekuasaan ras kulit putih.
Keberadaan The Ain't Rights di klub tersebut harusnya mudah saja, tinggal memainkan lagu-lagu mereka di panggung, terima fee, lalu pergi. Akan tetapi, saat mereka bersiap pulang, Pat sang pemain bas (Anton Yelchin) tanpa sengaja melihat sesosok mayat wanita yang baru tertusuk di kepala di dalam green room. Kepanikan pun terjadi, apalagi pihak pemilik klub menghalang-halangi mereka untuk menelepon polisi, sementara pelakunya dibiarkan pergi.
The Ain't Rights, bersama seorang wanita bernama Amber (Imogen Poots) terkurung digreen room, sementara pemilik klub mengerahkan orang-orang untuk menutupi kejahatan yang dilakukan oleh salah satu anggota mereka itu. Pat, Amber, dan kawan-kawan mereka kini harus memutar akal untuk bisa meloloskan diri, karena kaum fasis ini tak ragu menghalalkan segala cara untuk mencegah mereka pergi dan melaporkan apa yang terjadi sebenarnya di tempat itu.
Green Room merupakan film panjang ketiga dari Saulnier, baik sebagai sutradara maupun penulis skenario. Saulnier sendiri mendapat perhatian di lingkup independen AS dan internasional berkat film sebelumnya, sebuah thriller berjudul Blue Ruin (2013). Film ini masuk berbagai festival dan ajang penghargaan, termasuk meraih penghargaan dari para kritikus, FIPRESCI Award saat masuk segmen Director's Fortnight di Cannes Film Festival 2013. Green Room sendiri juga diputar perdana di segmen Director's Fortnight di Cannes Film Festival 2015.
Lewat Green Room, Saulnier rupanya ingin mengangkat bagian dari pengalaman hidupnya. Dikutip dari The Guardian, Saulnier menjadi bagian dari naiknya genre punk di AS pada awal era 1990-an bersama band-nya yang bernama No Turn On Fred. Kerasnya pergaulan musik punk dan perjuangan bermusik dari panggung ke panggung ia tuangkan dalam film ini, kemudian ia tambahkan dengan situasi yang lebih mencekam.
"Saya mengambil banyak cerita dari masa muda saya di sebuah band, atau teman-teman saya yang ikut tur sebuah band. Ini adalah pengalaman-pengalaman yang sangat personal dari kelompok-kelompok pergaulan tempat saya bertumbuh," ungkap Saulnier kepada situs Indiewire.
Meski berstatus film independen, Saulnier berhasil menggandeng beberapa nama terkenal Hollywood untuk bermain di filmnya. Sebut saja Anton Yelchin, Imogen Poots, dan aktor senior Patrick Stewart, sebagai sosok pemimpin kelompok radikal bernama Darcy. Film ini juga didukung oleh Alia Shawkat, Joe Cole, dan Callum Turner.[]
Sumber: Muvila
Discussion about this post