TEUNGKU Muhammad menanti setiap detik dengan cemas. Pasalnya, segala kemungkinan bisa terjadi. Dia berkali-kali melihat jam dinding yang menunjukan waktu Malaysia. Waktu berlalu dengan sangat lamban. Teungku Muhammad membolak-balik arsip di balik meja kerja. Sementara Nek Hasan duduk di depannya dengan wajah terkantuk-kantuk. Jam sudah menunjukan pukul 04.00 waktu Malaysia.
Sementara beberapa anggota lainnya, seperti Imuem Jhon dan Abu Yuh sudah lama terbuai mimpi. Pikiran Teungku Muhammad tertuju pada pada Alice dan dua anggota pasukan nanggroe, yang sedang dalam perjalanan. Jika mengacu pada waktu perjalanan, semestinya Alice sudah tiba. Namun selang lima menit, handphone milik Teungku Muhammad berdering. Nama Alice muncul di layar.
“Hallo, Cek Muhammad. Saya hampir tiba. Tolong dikirim orang ke lantai bawah,” kata Alice.
“Baik. Terimakasih,” kata Teungku Muhammad.
Sosok itu kemudian membangunkan Imuem Jhon, Nek Hasan dan Abu Yus. Mereka bergegas ke lantai satu untuk menandu pasukan nanggroe. Saat mereka tiba, mobil Alice merapat dan dirinya menunjukan dua pria berbadan kurus dengan luka tembak yang parah.
“Rekan rekannya langsung pulang ke Aceh melalui boat. Katanya, cukup Cek Muhammad yang mendampingi di sini. Mereka merasa lebih dibutuhkan di Aceh,” kata Alice.
Teungku Muhammad mengangguk. Nek Hasan dan Imuem Jhon mencoba menandu seorang tentara nanggroe yang terluka parah di bagian kaki. Kaki tentara nanggroe tersebut mengalami pembengkakan sebesar badan.
“Saya Muri, Teungku. Pasukan Nektu dari Perlak,” katanya sambil menahan sakit. Teungku Muhammad hanya mengangguk.
Dia kemudian menandu seorang pasukan lainnya yang tertembak di siku. Sosok ini hanya terdiam dan belakangan diketahui bernama Alnyum. Baik Alnyum maupun Muri merupakan pasukan Nektu.
Kedua pasien ini kemudian diarahkan ke lantai 7. Ada kamar khusus di kantor SURA yang memang disediakan untuk pasien dari Aceh.
Pukul 05.00, kantor itu tiba-tiba diketok dari luar. Nek Hasan mengamati dengan semasa. Dia kemudian bergegas membuka ketika mengetahui bahwa yang datang adalah dr. Simerjid dan dr. Tan. Simerjid merupakan warga keturunan Hindia dan beragama Sikh. Dia merupakan salah seorang yang sering diminta tolong ketika ada pasukan nanggroe yang tertembak dan berobat ke Malaysia. Sama seperti Alice, dr. Simerjid membantu warga Aceh atas dasar kemanusiaan. Tak peduli siang atau malam, namun begitu diminta tolong, sosok itu selalu siap membantu. Sedangkan dr. Tan adalah warga keturunan Cina seperti Alica. Dia juga beragama Kristen.
Kedua orang ini termasuk dalam deretan orang di barisan terdepan dalam membantu warga Aceh di Malaysia. Padahal, mereka bukanlah warga Aceh dan memiliki hubungan dengan Aceh. dr. Simerjid dan dr. Tan kemudian memeriksa Muri dan Alnyum. Hasil analisis sementara, keduanya harus dibawa ke rumah sakit umum untuk dioperasi. Kalau tidak, luka kedua tentara nanggroe ini bakal mengalami pembusukan dan resikonya kehilangan nyawa.
“Mungkin kawan Cek harus diamputasi. Luka keduanya sudah sangat parah,” ujar dr. Tan. Teungku Muhammad dan Alice mengangguk.
Muri yang mendengar penjelasan dr. Tan tiba-tiba bersuara. Sosok ini termasuk orang yang kuat. Dengan luka parah, dia masih bisa bertahan seperti sekarang. Alam Aceh mungkin telah mendidiknya menjadi lelaki kuat.
“Saya lebih baik disuntik mati daripada amputasi,” kata Muri.
Mendengar hal ini, Teungku Muhammad Nur mengaruk kepala. Dia merasa serba salah. Di satu sisi, dia ingin menolong Muri agar sembuh dengan jalan satu-satunya adalah amputasi. Sementara Muri sendiri lebih memilih mati dari pada amputasi.
Nek Hasan menggeleng kepala. Sedangkan Imuem Jhon tersenyum. Dia paham betul dengan perangai tentara nanggroe.
“Lebih baik Teungku Muhammad mengurus card UNHCR dulu untuk mereka sebagai pengungsi konflik. Karena susah membawa mereka ke rumah sakit umum jika tanpa card UNHCR,” kata Imum Jhon.
Teungku Muhammad Nur mengangguk.
“Baik kalau begitu. Kita bicara di luar saja. Tolong diberi obat peredam nyeri dulu. Nanti siang kita bawa mereka ke rumah sakit umum,” kata Teungku Muhammad. [Bersambung]
Cerita bersambung ini karya Musa AM
Baca Juga :
Discussion about this post