HANDPHONE Teungku Muhammad tiba-tiba berdering. Sederetan nomor baru terlihat di layar.
“Assalamualaikum. Dengan siapa ini,” kata Teungku Muhammad. Ada suara ombak yang terdengar di seberang sana.
Nek Hasan yang berdiri di depan Teungku Muhammad berkerut kening. Sosok itu penasaran dengan lawan bicara sosok di depannya itu. Nek Hasan merupakan salah seorang militer GAM Pase. Dia pasukan bom yang tertembak di tangan kanan dalam pertempuran di Pase. Sesudah dioperasi dan penyambungan tulang tangannya putus, Nek Hasan juga bekerja di barisan depan dalam membantu pengungsi Aceh di Malaysia.
“Walaikumsalam, Teungku. Ini kami Teungku. Pasukan dari Perlak. Kami membawa dua orang tentara nanggroe yang terluka parah tertembak di kaki dan bahu. Perintah panglima, begitu kami sampai di Malaysia, untuk segera menelpon Teungku,” ujar seseorang di seberang telepon dengan nada ngos-ngosan.
“Saya mengerti. Sekarang kalian di mana? Biar saya minta seseorang untuk menjemput ke sana,” kata Teungku Muhammad.
“Dekat Pelabuhan Port Klang, Teungku. Siap,” ujar di seberang.
“Oke tunggu di sana. Sebaiknya kalian bersembunyi dulu. Nanti seseorang dengan nomor Malaysia akan menelponmu,” ujar Teungku Muhammad.
“Baik, Teungku. Tapi kalau bisa tolong bergerak cepat. Saya pikir kawan kami ini tidak bisa bertahan lama. Assalamualaikum,” kata penelpon di seberang.
“Walaikumsalam,” ujar Teungku Muhammad sambil menutup telepon. Namun raut wajahnya terlihat panic.
“Ada Tentara Nanggroe yang baru tiba di dekat pelabuhan Port Klang. Mereka membawa dua anggota pasukan yang tertembak dan butuh segera ditangani. Bagaimana ini? Siapa yang dapat menjemput,” ujar Teungku Muhammad tiba-tiba.
Sosok itu sepertinya meminta saran rekan-rekannya. Nek Hasan Terdiam. Demikian juga dengan Imum Jhon atau Jamaluddin.
“Dari Pelabuhan Port Klang ke Selayang memakan waktu hampir 2,5 jam. Bolak-balik sekitar 5 jam. Ini sudah pukul 23.00, saya pikir ini tak mungkin,” ujar Nek Hasan.
“Tapi kita harus segera menolong mereka. Kalau tidak…,” ujar Imum Jhon.
Teungku Muhammad terdiam. Dia kemudian tiba-tiba teringat dengan seorang kenalannya di Malaysia. Sosok itu adalah Alice Marianah. Wanita keturunan Cina yang sering membantu pengungsi asal Aceh di Malaysia selama ini. Wanita ini beragama Kristen. Ayahnya seorang pendeta. Namun Alice tak melihat agama saat membantu orang, termasuk dari Aceh yang mayoritas muslim. Wanita berparas cantik dan menawan itu kebetulan tinggal di pusat Kota Kuala Lumpur. Jarak dari Pusat Kota Kuala Lumpur ke Port Klang sekitar satu jam. Ini tentu lebih baik jika wanita itu bisa membantu. Namun jam sudah menunjukan larut malam. Segan baginya untuk mengganggu wanita itu. Tetapi tidak ada pilihan lain. Teungku Muhammad mencari nomor Alice dan mencoba menghubungi nomor tersebut dan tersambungi.
“Hallo, Cek Muhammad. Apa kabar, Cek?” ujar wanita di seberang. Tutur katanya sangat lembut.
“Baik Alice. Saya mau minta bantu sama Alice. Tapi saya segan,” ujar Teungku Muhammad. Di sampingnya, Nek Hasan menatapnya dengan seksama.
“Apa yang bisa saya bantu, Cek Muhammad. Katakanlah, tak usah Cek Muhammad risau,” ujar Alice lagi.
“Begini Alice. Ada saudara kami yang mendarat di Pelabuhan Port Klang. Mereka kritis terkena tembakan. Kalau dari Selayang ke Port Klang memakan waktu hampir 2,5 jam dan bolak-balik sekitar 5 jam. Saya pikir ini akan sangat lama. Sementara mereka perlu dijemput segera. Saya minta tolong Alice untuk menjemputnya, apa bisa?” jelas Teungku Muhammad.
“Tentu bisa, Cek Muhammad. Saya segera bergerak ke lokasi. Tolong dikirim Name dan address,” kata Alice.
“Terimakasih banyak, Alice. Segera saya kirim,” ujar Teungku Muhammad sambil menutup telepon. Sosok itu tersenyum. Dia tidak menduga bahwa wanita itu mau keluar malam-malam untuk membantu para pejuang Aceh yang sedang sekarat di pelabuhan Port Klang.
“Seandainya dia muslim, mungkin sudah banyak pahala yang dia peroleh. Pengorbanannya sangat luar biasa,” kata Nek Hasan.
“Dia membantu atas dasar kemanusiaan. Ini yang membuatnya berbeda. Sosok seperti ini sangat langka,” kata Imum Jhon lagi.
Teungku Muhammad tersenyum. Dia kemudian mengetik nomor handphone pasukan yang menelponnya tadi dan mengirim ke nomor milik Alice. Teungku Muhammad kemudian kembali menghubungi sosok tadi dan memberitahu bahwa orang yang akan menjemput pasukan yang terluka bernama Alice. "Dia warga keturunan Cina. Aku berharap kalian tak salah orang,” ujar Teungku Muhammad. [Bersambung]
Cerita bersambung ini karya Musa AM
Baca Juga :
Discussion about this post