PASUKAN Raider mulai memasuki Paya Cot Trieng. Mereka bersenjata lengkap serta dalam posisi siap tembak.
Mereka bergerak pelan di antara ilalang setinggi dada.
Aku mulai menyamarkan diri dengan lumpur dan tumbuhan rawa. Aku berharap para Raider ini melewatiku tanpa ada kontak tembak.
Jarak antara salah seorang Raider dengan posisiku sekitar 5 meter. Pasukan republik itu sempat berhenti pas di depanku. Namun dia belum sadar kalau aku berada di sana.
Naluriku beberapa kali meminta agar aku segera menembak sosok itu. Namun resikonya akan terjadi peperangan jarak dekat jika ini terjadi. Bisa-bisa seluruh pasukan nanggroe tewas jika pertempuran terjadi.
"Sabar sabar. Tuhan akan melindungimu," gumamku dalam hati. Aku mencoba menahan gerak serta nafas agar tak menimbulkan bunyi yang membuat Raider curiga.
Namun di dekatku tiba-tiba terlihat ular Phiton. Kepala binatang melata itu menatapku dengan tajam. Dia seolah ingin menerkamku. Aku terkejut dan mundur beberapa langkah sehingga membuat ilalang bergoyang.
Gerak ini ternyata membuat Raider curiga dan menembak ke arahku.
"Tum, tum, tum." Peluru tersebut menembus tanah. Beberapa diantaranya terbang hanya beberapa inci di atas kepalaku. Tak mengenai tubuhku.
Ular tadi kemudian bergerak cepat di atas tubuhku. Mungkin karena ketakutan. Namun ia tidak menjadikanku sebagai mangsa.
"Tum, tum, ..tum, tum." Suara tembakan itu kembali terdengar. Jaraknya hanya sekitar 8 meter dariku.
"Sial. Aku pikir tadi GAM, ternyata ular Phiton. Buang buang peluru," ujar seseorang. Aku menduga itu adalah Raider yang memuntahkan peluru ke arahku.
Seseorang lainnya kemudian tertawa. "Di bawa saja ularnya kalau udah mati. Bisa jadi santapan siang nanti," kata seseorang lainnya.
"Jangan. Kita harus terus bergerak. Di sini mungkin banyak binatang ganas dan ular. Kalian berhati hati," ujar Raider tadi lagi.
"Siap Dan," ujar lainnya. Mereka kemudian kembali bergerak menjauhi posisiku merayap.
Aku menarik nafas lega saat melihat Raider ini berlalu. Aku kemudian merayap ke arah tembakan tadi dan ternyata memang benar kalau ular di depan tadi mati tertembak.
Isi perutnya keluar karena terkena peluru.
Aku merasa ular ini sengaja berlari untuk menyelamatkanku. Kesalahanku karena panik telah membuat binatang melata itu mati. Ia telah mengorbankan nyawanya demi diriku.
"Terimakasih kawan. Aku akan selalu mengingat jasamu itu," bisikku sebelum kembali ke lokasi tadi.
Di depan, ratusan Raider kembali terlihat menyeberangi rawa. Keringat ku mulai bercucuran. Aku mulai khawatir akan keselamatanku.
"Ya Tuhan, selamatkan kami semua. Jangan sampai hamba mati di tangan musuh hari ini," gumamku dalam hati.
Raider ini kemudian kembali melangkah pelan di dekatku. Namun kali ini mereka berlalu tanpa curiga sedikitpun akan keberadaanku di dekat mereka.
"Kalau kalian ada di sini. Diamlah. Aku tak ingin membunuh sesama bangsa Aceh," ujar seorang Raider. Entah dia mengetahui keberadaanku ataupun tidak. Namun aku tak mengenal siapa sosok itu. [Bersambung]
Cerita bersambung ini karya Musa AM
Discussion about this post