MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Ketua Badan Legislasi DPR Aceh, Iskandar Usman Al-Farlaky, menilai surat permintaan maaf Gubernur Aceh ke kerajaan Arab Saudi merupakan langkah mundur dalam pelaksanaan Qanun Lambang dan Bendera Aceh.
“Saya menilai ini merupakan langkah mundur dari proses pelaksanaan qanun lambang dan bendera Aceh. Pertanyaan yang paling mendasar sebenarnya, apa yang melatarbelakangi sehingga muncul surat permohonan maaf tersebut? Apakah memang ada desakan dari Pemerintah Arab Saudi agar Pemerintah Aceh harus meminta maaf dengan konsekwensi tertentu apabila tidak melakukan hal tersebut?” kata Iskandar Usman kepada mediaaceh.co, Sabtu 9 April 2016
“Sebenarnya apa yang salah dengan pengibaran bintang bulan dilakukan Tgk Ni dan Walikota Lhoekseumawe itu? Kita melihat dari kaca mata yang sangat sederhana bahwa itu merupakan salah bentuk penghargaan terhadap bendera yang telah disahkan oleh DPRA,” ujar politisi Partai Aceh ini lagi.
Menurutnya, terkait surat permintaan maaf ini terdapat keanehan.
“Aneh juga jika di satu sisi Pemerintah Aceh mengajukan qanun bendera, namun di sisi lain turut atau ikut serta secara tidak maupun langsung melarangnya. Kita mengharapkan gubernur seharusnya tidak tergopoh- gopoh mengambil kesimpulan begitu, akan tetapi bisa melakukan langkah diplomasi guna menyampaikan mengapa tindakan itu terjadi,” ujar Iskandar.
Iskandar juga menyarankan agar polemik bendera ini bisa segera diakhiri.
“Kita juga menyayangkan sikap Pemerintah Pusat yang hingga hari ini masih mempolemikkan Bendera Bintang Bulan. Mari kita duduk bersama, Pemerintah Aceh, DPR Aceh, Pemerintah Pusat, dan para Inisiator perdamaian untuk membicarakan kembali kemajuan yang telah disepekati dalam dictum perdamaian. Menurut saya, keberadaan bendera Aceh sebagaimana diatur dalam Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tidak bertentangan dengan aturan di republik ini. Persoalan ada hal- hal yang masih terganjal secara politik itu ya. Nah, maka dibutuhkan jalur diplomasi yang harus segera dibangun oleh para pengambil kebijakan di Aceh termasuk para pihak yang tidak dalam MoU Helsinky,” ujar mantan aktivis mahasiswa ini.
Discussion about this post