MEDIAACEH.CO, Jakarta – Publikasi kartun di koran milik Arab Saudi di Libanon berbuntut panjang, sekaligus makin menunjukkan hubungan kedua negara yang sedang memburuk.
Jumat lalu, koran Asharq al-Awsat menerbitkan kartun bergambar bendera Libanon dengan tulisan: “Negara Libanon: April Mop”, dan di hari yang sama, stasiun Al Arabiya milik Saudi juga menutup kantor di Libanon.
Pesan karikatur tersebut seolah merefleksikan yang menganggap pemerintahan Libanon saat ini adalah lelucon, karena telah diambil oleh oleh kelompok Syiah, Hizbullah, yang didukung Iran.
Namun keputusan Saudi yang membatalkan bantuan militer senilai US$3 miliar dan bantuan lain senlai US$1 miliar, dianggap oleh banyak pihak justru menguatkan dukungan rakyat Libanon ke Hizbullah.
“Kita meninggalkan Libanon ke Iran," kata seorang diplomat senior Eropa. "Ini pukulan besar untuk Libanon".
Keputusan itu membuat akan membuat Hizbullah justru meraup dukungan lebih besar dari sebelumnya di negara yang menjadi salah satu pusat perdagangan Timur Tengah dan rumah bagi jutaan pengungsi Suriah tersebut.
Tindakan Saudi pada Februari itu dipicu oleh kegagalan Lebanon untuk bergabung dengan pemerintah Arab dalam mengutuk serangan di kedutaan Saudi di Teheran pada Januari lalu.
Pada Maret, negara-negara Liga Arab akhirnya menetapkan Hizbullah sebagai organisasi teroris, membekukan aset pendukung Hizbullah baik warga setempat atau pun ekspatriat, bahkan isu soal pengusiran warga Libanon di negara mereka yang memiliki keterkaitan dengan Hizbullah.
Pemerintah Libanon tidak memberi konfirmasi mengenai pengusiran, namun mengatakan bahwa Beirut menanggapi laporan itu dengan serius.
Menteri Luar Negeri Saudi, Adel al-Jubeir, bulan lalu mengatakan masalah Arab Saudi adalah “Milisi yang diklasifikasikan sebagai kelompok teroris yang sekarang membajak pemerintahan [Libanon].”
Selain itu, Saudi juga yakin bahwa Hizbullah juga meluaskan pengaruhnya di luar perbatasan Libanon—dengan dukungan Iran—seperti mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Riyadh menuduh hal itu sebagai intervensi, seperti yang juga terjadi di perbatasann selatan Arab Saudi. Namun Hizbullah menyangkal tudingan ini.
Meninggalkan Libanon
Langkah Saudi menunjukkan bahwa negara itu mulai meninggalkan Libanon setelah sejarah panjang keduanya.
Kerajaan Saudi menjadi tuan rumah dalam perundingan damai yang mengakhiri perang saudara di Lebanon pada 1975-1990, dan di tahun-tahun pascaperang ketika kekerasan sebagian mereda tapi permusuhan semakin parah, Saudi mendukung Muslim Sunni dan kelompok Kristen dalam koalisi 14 Maret.
Enam tahun lalu, mendiang Raja Abdullah mengunjungi Beirut untuk meredakan kirisis antara kelompok 14 maret dan rival mereka, koalisi 8 Maret, termasuk Hizbullah, yang mengancam konflik baru.
Langsung atau tidak langsung, melalui konglomerat yang juga mantan Perdana Menteri Saad al-Hariri dan ayangnya Rafik yang tewas dibunuh, Riyadh menyalurkan ratusan juta dolar ke Libanon. Keluarga Hariri memiliki perusahaan konstruksi besar di Saudi, Saudi Oger.
Tindakan Saudi juga mencerminkan evaluasi skala prioritas yang menempatkan Libanon di bawah Suriah, Yaman dan Irak.
“Sumbangan [ke militer Lebanon] didasarkan pada asumsi bahwa hal itu akan memperkuat lembaga-lembaga negara dan memungkinkan mereka untuk menantang lembaga non-negara. Ini tidak terjadi," kata Mustafa Alani, seorang analis keamanan yang berhubungan dekat dengan Kementerian Dalam Negeri Saudi.
"Mereka yakin negara Lebanon dibajak oleh Hizbullah,” lanjut Alani seperti dikutip Reuters, Selasa (5/4).
Seorang diplomat di Riyadh mengatakan Arab Saudi juga frustrasi dengan Saad Hariri, yang telah menghabiskan lima tahun terakhir di luar negeri karena khawatir dengan keamanan. Ayahnya dibunuh pada 2005.
Emosional
Bagi Beirut, langkah Riyadh lebih terlihat emosional ketimbang strategis.
"Mereka sangat khawatir, terjadi hiruk pikuk…dan itu sangat berbahaya. Saat ini mereka bertindak dengan berbahaya dan sembrono," kata Rami Khouri, pengamat di Universitas Amerika di Beirut. “Apa yang mereka lakukan mungkin malah lebih mengalienasi Libanon dari mereka…[dan] menguatkan hubungan ke Iran, menguatkan Hizbullah. Hizbullah penting bagi pertahanan negara [Libanon] saat ini.”
Dua menteri di kabinet Libanon saat ini merupakan anggota Hizbullah. Pemimpinnya, Sayyed Hassan Nasrallah, dalam pidato terakhirnya sempat mengolok Saudi, karena telah menghabiskan banyak uang demi menghilangkan Hizbullah lalu mencaci setelah kemunduran di Suriah, Yaman, dan Bahrain.
"Iya, Saudi marah kepada kita,” katanya pada awal Maret lalu. "Saya mengerti kemarahan Saudi. Mengapa? Karena ketika seseorang gagal, yang bisa mereka bisa lakukan adalah marah."
Sementara itu, pendukung Hizbullah mengatakan bahwa keterlibatan Hizbullah di Suriah justru menahan merembetnya perang Suriah ke Libanon.
"Saudi memiliki banyak sifat baik tapi kenegaraan dan diplomasi bukan keahlian mereka," kata Khouri.
Ditutupnya saluran televisi Al Arabiya di Beiru membuat 27 pekerjanya kehilangan pekerjaan. Dan beberapa jam setelah koran Asharq al-Awsat menerbitkan karikaturnya, pengunjuk rasa masuk ke dalam kantor harian itu di Beirut.
Ahad lalu, sebuah spanduk digantung di sebuah jembatan di atas jalan raya Beirut. Sebuah gambar bendera nasional Saudi menunjukkan pedang yang berdarah di atas kepala yang dipenggal. Terdapat pula tulisan "The deadly House of Saud".
Sumber: CNN Indonesia
Discussion about this post