MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Proses mediasi warga Aceh yang menggugat Menteri Dalam Negeri, Gubernur Aceh, dan Ketua DPR Aceh terkait tidak masuknya nomenklatur Kawasan Ekosistem Leuser atau KEL dalam Qanun RTRW Aceh dipastikan gagal.
"Proses mediasi gagal karena tidak ada kesepakatan para pihak, baik penggugat maupun tergugat,” kata Nurul Ikhsan, kuasa hukum warga Aceh yang menggugat Mendagri, Gubernur Aceh, dan Ketua DPR Aceh, di Banda Aceh, Rabu 6 April 2016.
Sebelumnya, sejumlah warga Aceh yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM) menggugat Mendagri, Gubernur Aceh, dan Ketua DPR Aceh. Gugatan tersebut didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Mereka menggugat ketiga petinggi pemerintahan tersebut karena tidak memasukkan nomenklatur Kawasan Ekosistem Leuser dalam Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Aceh.
Mereka yang menggugat tersebut, yakni, Effendi warga Aceh Besar, Juarsyah warga Bener Meriah, Abu Kari warga Gayo Lues. Dahlan warga Kota Lhokseumawe, Kamal Faisal warga Aceh Tamiang.
Serta Muhammad Ansari Sidik warga Aceh Tenggara, Sarbunis warga Aceh Selatan, Najaruddin warga Nagan Raya, dan Farwiza warga Kota Banda Aceh. Mereka menguasakan gugatannya kepada pengacara Nurul Ikhsan dan kawan-kawan.
Nurul Ikhsan mengatakan, proses mediasi sudah beberapa kali dilakukan dengan hakim mediasi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Djaniko MH Girsang. Proses mediasi tersebut dihadiri kuasa hukum Mendagri, Edrian selaku kuasa hukum Gubernur Aceh, serta Burhanuddin yang juga kuasa hukum Ketua DPR Aceh.
“Dalam setiap proses mediasi, tidak ada kata sepakat. Jika tidak ada kata sepakat, maka proses gugatan diselesaikan lewat jalur persidangan. Batas akhir mediasi hingga 7 April ini,” kata Nurul Ikhsan.
Sementara itu, Abu Kari, penggugat asal Gayo Lues, menegaskan dirinya akan memperjuangkan gugatan tersebut dikabulkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Kami akan terus memperjuangkannya hingga akhirnya nomenklatur kawasan ekosistem Leuser masuk dalam Qanun RTRW Aceh. Masuknya dalam peraturan daerah tersebut semata-mata untuk menjamin kelestarian dan keberlanjutan kawasan ekosistem Leuser,” tegas dia.
Senada juga diungkapkan Kamal Faisal, penggugat asal Aceh Tamiang. Ia menegaskan keberadaan Kawasan Ekosistem Leuser harus dilindungi dan peruntukannya harus ditata berdasarkan qanun atau peraturan daerah.
“Jika tidak, maka Aceh siap-siap saja menuju kehancuran lingkungan hidup. Tanpa adanya nomenklatur kawasan ekosistem Leuser, maka besar kemungkinan akan ada izin tambang maupun perkebunan sawit di kawasan lindung tersebut,” ungkap Kamal Faisal. []
Discussion about this post