MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – “Sembilan kali gonta-ganti, perubahan yang baik bidang pemerintahan tetap tidak terjadi," ujar Askhalani, Koordinator GeRAK Aceh dalam rilis yang diterima mediaaceh.co Senin 4 April 2016.
Hal itu dikatakan Askhalani terkait mutasi pejabat di lingkup Pemerintah Aceh yang kembali dilakukan Gubernur Zaini Abdullah pada Senin sore, 4 April 2016.
"Pergantian jabatan struktural di tubuh pemerintahan Aceh tahun 2016 diduga memiliki keterikatan dengan aspek politik menjelang pemilukada ditahun 2017, aspek ini sangat kelihatan dimana hampir keseluruhan pejabat yang diangkat dan dilantik memiliki keterikatan dengan para pihak yang selama ini bekerja untuk kepentingan mensukseskan pencalonan gubernur untuk periode berikutnya, pola dan tata cara pergantian rezim ditubuh pemerintah Aceh menjadikan para pejabat yang dilantik rawan melakukan praktek tercela yang bernama KORUPSI, apalagi jika kemudian penempatan jabatan ini erat keterkaitannya untuk mendukung Petahana dalam pencalonan pada pemilukada 2017," tulis Askhalani.
Askhalani juga mengatakan, seringnya gonta-ganti kabinet ditubuh SKPA menunjukan bahwa pemerintah Aceh belum mampu memberikan alternatif yang cukup dalam pelayanan publik, dan sekaligus mengidentifikasikan bahwa penempatan kepala SKPA selama ini tidak sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas yang memampuni untuk mendukung percepatan pelaksanaan terhadap program dan kegiatan yang bersentuhan dengan kepentingan publik.
Menurut Askhalani, GeRAK Aceh mencatat, bahwa sejak dilantik menjadi Gubernur Aceh tertanggal 15 Juni 2012 lalu, pemerintah Aceh telah melakukan perombakan jabatan struktural sebanyak sembilan kali perubahan. Ini dimulai dari pelantikan pertama sebanyak 422 pejabat tertanggal 5 februari 2013, mulai dari mengantikan pejabat esselon II sampai dengan penempatan setingkat kabid dan kepala biro serta para assiten, yang terakhir adalah perombakan dan perubahan pejabat baru di SKPA terjadi tertanggal 23 Maret 2016, dimana para pejabat yang diganti berjumlah sebanyak 172 orang.
Kemudian berdasarkan hasil kajian GeRAK Aceh, menemukan fakta yang cukup mencengangkan, dimana rata-rata kepala dinas (SKPA) yang kemudian diganti (recall) paling lama bekerja sebanyak 6 sampai dengan 8 bulan masa kerja, dan jika dirata-ratakan bahwa pergantian di tubuh SKPA hampir dominan disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya soal ketidak harmonisan ditubuh pemerintah Aceh (Gubernur dan wagub) para SKPA yang pro dan tidak terhadap Gubernur.
"Kemudian faktor lain adanya pihak luar yang mempengaruhi kebijakan internal keputusan pemerintah Aceh untuk memaksa Gubenrur melakukan pergantian, adanya tekanan dari unsur lain yang merupakan bagian dari skenario menjelang pemilukada (tim sukses), dan bahkan yang paling miris adalah pergantian ditubuh SKPA bukan karena didasarkan pada aspek kinerja dan output yang dicapai dari program yang dijalankan tetapi lebih banyak karena faktor ketidak senangan terhadap SKPA, akibat tidak mengakomodir usulan yang diusulkan khususnya terhadap kegiatan dan program yang dilaksanakan (pengadaan barang dan jasa)," tulis Askhalani.
Disisi lain, GeRAK Aceh juga menemukan fakta lain bahwa Pemerintah Aceh juga telah berupaya dan beretikat baik melakukan rotasi kabinet SKPA karena faktor kinerja, tetapi hampir dapat dipastikan faktor kinerja dan output ini bukan merupakan dominan dari upaya dan cara yang telah ditempuh oleh pemerintahan Aceh dalam melakukan pergantian kabinet, upaya untuk mengukur kinerja dan output terhadap kepala SKPA hanya berlangsung sebanyak 20% tetapi selebihnya lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lain, dan disini sangat kelihatan kegamangan Gubernur Aceh bahwa seluruh kebijakan yang dijalankan oleh Pemerintah Aceh sangat berhubungan dengan aspek kepentingan politik menjelang pemilukada tahun 2017, apalagi yang bersangkutan sudah dapat dipastikan mencalonkan diri dalam pemilu berikutnya. []
Discussion about this post