MEDIAACEH.CO, Jakarta – Ikut terlibatnya beberapa oknum PNS aktif dilingkungan Pemerintah Aceh saat pendeklarasian dukungan kepada Zaini Abdullah sebagai bakal calon gubernur, beberapa waktu yang lalu di Aceh Tenggara menjadi tanda tanya besar terhadap netralitas aparatur sipil negara tersebut.
“Perlu saya tegaskan, bahwa siapapun kandidat yang mau bertarung di 2017, tidak boleh melibatkan PNS. Demikian juga dengan PNS juga tidak boleh ikut terlibat dalam politik praktis,” kata Anggota DPD RI Asal Aceh, Fachrul Razi kepada mediaaceh.co, Senin malam 28 Maret 2016.
Peraturan mengenai hal tersebut, tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang melarang PNS untuk terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan pemilihan kepala daerah dan kegiatan kampanye, baik secara aktif maupun tidak aktif, langsung ataupun tidak langsung.
Kemudian Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS juga menyatakan, secara tegas bahwa kepala daerah bertanggung jawab menegakkan sanksi kepada PNS yang terlibat pelanggaran dalam pilkada.
“Baik dalam hal netralitas maupun pemanfaatan fasilitas negara,” sebutnya.
Sesuai dengan PP 53/2010, disebutkan penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan usul dari pejabat pembina kepegawaian (PPK). Sedangkan, PPK sendiri menurut PP 9/2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS disebutkan PPK tingkat pusat, yakni adalah setingkat menteri, Kejaksaan Agung, kapolri, dll, sedangkan PPK tingkat provinsi adalah gubernur dan PPK tingkat kabupaten/kota, yakni bupati/wali kota. Sementara, sanksi yang diatur dalam PP tersebut juga menyebutkan ada kategori sanksi mulai ringan, sedang, dan berat berdasarkan tingkatan pelanggarannya.
Sanksinya sudah jelas tidak ada sanksi ringan, langsung sanksi sedang yang bisa dicopot dari jabatan, kalau kemudian terbukti menggunakan fasilitas negara atau dengan sengaja merugikan kepentingan masyarakat luas.
Menurut Fachrul Razi, Kepala Daerah menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam hal pengawasan netralitas PNS dalam pilkada.
“Jika tidak menjaga netralitas, Kepala Daerah bisa mendapatkan sanksi dari pemerintah pusat. Kepala Daerah sesuai tingkatannya, harus dapat menindaklanjuti sanksi atas pelanggaran yang dilakukan jajaran pegawai di bawahnya,” kata Fachrul Razi.
“Hal ini agar tindak lanjut sanksi pelanggaran tersebut dilaksanakan tuntas sesuai dengan PP 53/2010 tersebut,” tambahnya.
Fachrul Razi mengatakan, kepastian sanksi terhadap kepala daerah tersebut berdasarkan kesepakatan dua kementerian antara Kemenpan-RB dan Kementerian Dalam Negeri sebagai bentuk penegakan hukum atas pelanggaran disiplin PNS.
Pasalnya, kata dia, selama ini temuan pelanggaran disiplin PNS tidak ditindaklanjuti dengan tuntas oleh kepala daerah. Untuk itu, menurutnya, dua kementerian tersebut akan membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk pengawasan tindak lanjut dari pelanggaran netralitas PNS di pilkada.
“Sehingga, ada tim khusus yang bertugas memastikan pelanggaran disiplin PNS ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tim satgas akan mengawasi pergerakan pejabat pembina kepegawaian (PPK) di daerah dalam hal menindaklanjuti pelanggaran PNS,” demikian Fachrul Razi.[]
Discussion about this post